
Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja (WK) Untuk Peningkatan Produksi Migas.
Salah satu muatannya yaitu penanganan terhadap sumur minyak masyarakat untuk mengurangi dampak lingkungan, isu keselamatan dan sosial kemasyarakatan serta meningkatkan produksi minyak dan penerimaan negara.
Khususnya terkait sumur minyak masyarakat atau yang di dalam regulasi disebut sebagai sumur minyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)/Koperasi/UMKM, “Kebijakannya hanya untuk menata sumur masyarakat yang sudah terlanjur ada saat ini (eksisting), bukan untuk dibuka izin sumur masyarakat baru,” kata Plt. Direktur Jenderal Migas Tri Winarno.

Jadi, Pemerintah akan melakukan inventarisasi dan menetapkan jumlah dan lokasi Sumur Minyak Masyarakat yang sudah ada tersebut, termasuk koordinat dan foto. “Sumur minyak masyarakat yang sudah ada saat ini saja yang dapat berproduksi sambil dilakukan perbaikan sesuai good engineering practices secara bertahap, pada periode penanganan sementara yaitu selama 4 tahun. Selain dari sumur masyarakat eksisting, maka akan dilakukan penghentian atau penegakan hukum (Gakkum)”, jelas Tri.
Pasca penetapan daftar hasil inventarisasi sumur minyak masyarakat, Pemerintah menegaskan tidak boleh ada tambahan sumur minyak masyarakat baru. “Jika ada, tambahan sumur masyarakat itu yang dihentikan atau Gakkum. Ilegal refinery juga dilakukan Gakkum karena hasil produksi minyaknya wajib dijual ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berada di daerah itu. Gakkum juga dilakukan untuk pelaku sumur masyarakat yang menjual minyaknya selain kepada KKKS tersebut. Selain itu, illegal tapping juga dilakukan Gakkum,” tegas Tri.
Untuk pengelolaan sumur minyak masyarakat eksisting, Gubernur, atas usulan Bupati/Walikota, menunjuk BUMD, Koperasi dan/atau UMKM yang akan menaungi pengelolaan sumur minyak masyarakat tersebut.
“BUMD, Koperasi dan/atau UMKM tersebut memiliki tanggung jawab untuk melakukan upaya perbaikan tata kelola sumur masyarakat sesuai good engineering practices termasuk penanganan lingkungan dan keselamatan secara bertahap pada periode penanganan sementara,” terang Tri.
Kebijakan penanganan sumur masyarakat eksiting tersebut diharapkan membuat kondisi lebih baik dari sebelumnya.
"Sekarang ada BUMD, Koperasi dan/atau UMKM yang memainkan peran perbaikan. Negara juga mendapatkan tambahan produksi minyak bumi dan penerimaan negara, serta isu sosial ikut tersentuh, juga mengurangi dampak lingkungan dan keselamatan. Ini merupakan perbaikan dibanding kondisi sebelumnya,” pungkas Tri.
Sebagai informasi, berdasarkan data SKK Migas, terdapat sekitar 8.040 Sumur Minyak Masyarakat. Saat ini, terdapat 10 provinsi yang berpotensi terdapat sumur minyak masyarakat eksisting, di antaranya Provinsi Aceh, Sumut, Jambi, Sumsel, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kaltim, dan Kaltara. "Inventarisasi sumur masyarakat masih berjalan, bulan ini ditargetkan selesai," tambahnya.