Demikian diungkapkan Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H.
Legowo usai rapat kerja dengan Panitia Anggaran DPR, kemarin siang.
Evita yang bertindak sebagai fasilitator antara produsen
dan konsumen tersebut menjelaskan, dari pertemuan telah dilakukan kedua belah
pihak, hingga saat ini belum ada kesepakatan soal harga.
“Harganya masih belum ketemu antara produsen dan konsumen.
Tapi ini kan
belum selesai,†ujar Evita.
Meski belum sepakat, namun sudah ada 3 perusahaan yang
menyatakan berminat membeli gas Donggi-Senoro yaitu PT Pupuk Sriwijaya (Pusri),
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Panca Amara Utama (PAU). Ketiga
perusahaan itu, membutuhkan pasokan gas sekitar 211 MMSCFD. Jumlah ini hanya
sebagian dari kapasitas produksi lapangan tersebut.
Evita berkeyakinan, jika sudah dicapai kesepakatan soal
harga, maka sisa pasokan gas yang belum terserap dapat dibeli oleh konsumen
domestik lainnya.
Sementara itu mengenai sumber pendanaan, direncanakan
sebagian berasal dari bank-bank di dalam negeri.
Sekadar mengingatkan, pada 21 Agustus lalu pemerintah
mempertemukan produsen dan konsumen domestik untuk membicarakan kepastian
pembiayaan proyek Donggi-Senoro yang gasnya rencananya akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan domestik. Kedua belah pihak diberi waktu 2 minggu untuk
membahas hal ini, dengan fasilitatori Dirjen Migas dan Dirjen Agro Industri dan
Kimia Departemen Perindustrian.
Untuk mengembangkan lapangan yang dioperatori PT Pertamina
dan PT Medco itu, biaya yang diperlukan
sekitar US$ 3,7 milyar, dengan perincian US$ 1,7 untuk pengembangan upstream
dan US$ 2 milyar untuk downstream.
Dengan estimasi nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp 10.000, maka biaya
yang diperlukan sekitar US$ 37 trilyun.
Dari hasil perhitungan operator, harga gas Donggi-Senoro
di wellhead (mulut sumur) mencapai
US$ 6,16 per mmbtu. Jika diangkut ke Pulau Jawa dan ditambah proses lainnya,
maka harga diperkirakan sekitar US$ 12 per mmbtu. Angka ini sama dengan jika
dijual ke Jepang.
Sebelumnya untuk pengembangan Donggi-Senoro, pihak
operator telah mendapat dukungan dari Mitsubishi dan Jepang (JBIC). Namun
karena gas dari lapangan itu diputuskan untuk konsumen domestik, dikhawatirkan
pihak Jepang menolak membiayai karena tidak mendapat jaminan pasokan gas.