“Ada satu perusahaan di Australia yang
bertemu dengan saya. Dia menyampaikan bahwa CBM itu tidak harus menggunakan rig oil and gas, tetapi ada rig khusus CBM yang lebih murah, tetapi
cukup aman,†kata Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo yang
mendampingi Menteri ESDM pada acara Renewable
Energy Forum di Queensland, Australia, awal bulan Maret.
Evita menjelaskan, rig
khusus CBM ini lebih kecil dan sederhana sehingga harganya relatif murah. Sementara rig untuk migas, bentuknya besar dan
fasilitasnya lebih lengkap.
Meski pengusaha Australia telah menyatakan
ketertarikan pada CBM dan energi terbarukan lainnya. Namun belum ada
pembicaraan khusus. Untuk lebih lanjut, sedianya perusahaan tersebut akan
datang ke Indonesia.
Pengembangan CBM pertama kali dilakukan di Amerika Serikat
yaitu Alabama
dan Colorado Selatan pada akhir tahun 1080. Di Amerika, gas alam jenis CBM
mencapai 7 persen dari total produksi. Negara lain yang sudah mengembangkan CBM
adalah Afrika Selatan, Australia dan Kanada.
Potensi CBM Indonesia cukup besar,mencapai 453,3 TCF yang tersebar dalam 11
cekungan. Tak mengherankan jika Indonesia
bertekad menjadi penghasil pertama LNG dari CBM. LNG itu rencananya akan
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik, terutama untuk daerah atau
pulau-pulau terpencil yang akan didistribusikan dengan menggunakan kapal-kapal
kecil.
Pada 2011 mendatang, diharapkan gas dari CBM sudah dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik skala kecil bagi masyarakat sekitar.
Hingga Januari 2010, telah ditandatangani 20 kontrak kerja sama CBM.