Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso di hadapan Komisi VII DPR, Selasa (18/6) petang, menjelaskan, harga ekspor gas yang digunakan sebesar US$ 9,8 per MMBTU, harga domestik mencapai US$ 4 per MMBTU dan harga gas gabungan US$ 7,2 per MMBTU.
Harga yang diusulkan ini, lanjut Luluk, merupakan rata-rata tertimbang dari 72 kontrak gas sejak 2001-2008 dengan perincian 54 kontrak gas menggunakan harga tetap (flat), 10 kontrak dengan ekskalasi harga dan 8 kontrak menggunakan formula harga gas.
Diakui Luluk, untuk menghitung harga IGP bukan urusan yang mudah karena variasinya sangat banyak. Apalagi, ini merupakan kali pertama gas diharapkan dapat dimasukkan ke dalam RAPBN.
Dalam menghitung ini, pemerintah bersikap hati-hati karena ini untuk menghitung parameter penerimaan negara. Jangan sampai terlalu tinggi atau terlalu rendah, katanya.
Selain mengajukan perhitungan harga, dalam rapat yang didampingi Sesditjen Migas M. Teguh Pamudji dan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Suyartono tersebut, Luluk juga memaparkan lifting gas untuk RAPBN 2009 sebesar 7,5 juta MMBTU per hari atau 1,384 juta barel ekivalen per hari. Jika digabungkan dengan lifting minyak sebesar 927.000-950.000 barel per hari, maka lifting migas diperkirakan 2,311-2,334 juta barel per hari.
Angka ini naik dibandingkan APBN-P 2008 di mana lifting gas diperkirakan 6,4 juta MMBTU per hari atau 1,177 juta barel ekivalen per hari dan lifting minyak 927.000 barel per hari. Lifting migas APBN-P 2008 diperkirakan 2,154 juta barel per hari.
Pemaparan IGP dan lifting gas ini merupakan tindak lanjut rapat kerja Komisi VII dengan Menteri ESDM awal Juni lalu, di mana disetujui gas dan batu bara dimasukkan dalam RAPBN-2009. Namun besarannya belum ditentukannya.
Rapat kerja dengan Dirjen Migas dan jajarannya kemarin memutuskan meminta pemerintah memberikan data yang lebih terperinci lagi untuk memudahkan anggota DPR dalam mengambil keputusan.