Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo
mengemukakan, dari hasil seismik diketahui, batuan shale berada di hampir seluruh wilayah Indonesia.
“Gas shale telah
dikembangkan di Amerika Serikat dengan hasil yang bagus. Kita juga akan menyiapkan
(pengembangan) gas shale,†kata
Evita.
Selain gas shale, pemerintah juga akan mengembangkan oil shale. Namun dengan pertimbangan
kelestarian lingkungan hidup karena pengembangan oil shale dilakukan di atas permukaan, diputuskan pengembangan gas shale yang lebih didahulukan.
Gas shale adalah gas yang diperoleh dari
serpihan batuan shale atau tempat
terbentuknya gas bumi.
Di Amerika, gas
shale telah dikembangkan sejak tahun 2000 dan pada 2004 diperkirakan dapat
menghasilkan gas sebesar 16 BCF. Australia juga telah mengembangkan gas shale dan diperkirakan mulai dapat
berproduksi pada 2015-2016.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas A. Edy Hermantoro
sebelumnya mengemukakan, gas shale
ekonomis dikembangkan jika letaknya tidak terlalu di dalam bumi yaitu sekitar
300-400 meter di bawah permukaan.
“Kalau tidak terlalu dalam, pengeborannya cukup satu
minggu. Sekali ngebor, rampung. Jadi tidak akan memakan banyak biaya,†kata Edy.
Tak jauh beda dengan CBM, proses yang diperlukan untuk
mengubah batuan shale menjadi gas
membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Untuk tahap awal, pemerintah akan melakukan pilot project di kawasan yang dianggap
potensial.