“Sekarang ini kita mengharapkan Pertamina dapat menyampaikan
kepada pemerintah partner terpilihnya. Mudah-mudahan dapat kita segera umumkan
akhir November,†ujar Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo di Kantor
Ditjen Migas, Kamis (18/11).
Mengenai mitra kerja yang dipilih Pertamina, pemerintah
membebaskan BUMN itu memilih lebih dari 1 KKKS.
“Bisa lebih dari satu. Itu tergantung mereka (Pertamina),â€Â
kata Evita.
Setelah Pertamina menetapkan mitra kerjanya, perusahaan
pelat merah itu harus menyampaikannya kepada pemerintah untuk proses lebih
lanjut, antara lain menghitung term and
condition untuk masing-masing pihak.
Dikatakan Evita, pemerintah telah menyerahkan term and condition yang bersifat umum
kepada Pertamina agar dapat digunakan untuk memilih mitra kerjanya. Namun term and condition yang lebih mendetil,
tergantung pada kesepakatan dengan perusahaan yang terpilih menjadi mitranya.
Pemerintah tetap berharap penandatanganan kontrak kerja
sama Blok Natuna D Alpha dapat dilakukan pada akhir tahun ini.
Berdasarkan kajian Wood MacKenzie Ltd, konsultan yang
berbasis di Edinburgh, Skotlandia, yang ditunjuk Pertamina, ada delapan
perusahaan migas multinasional yang cocok menjadi calon mitra Pertamina di Blok
Natuna. Kedelapan perusahaan kelas dunia itu adalah ExxonMobil Corporation,
Royal Dutch Shell plc, Total SA, Chevron Corp, StatOil, China National
Petroleum Corp (CNPC), Petroliam Nasional Berhad (Petronas), dan Eni SpA. Belakangan,
salah satu calon mitra, yakni CNPC, menyatakan mundur dari satu calon mitra
Pertamina.
Pemerintah
secara resmi menunjuk Pertamina dalam pengembangan Blok Natuna D Alpha yang
tertuang dalam Surat Menteri ESDM No 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008
tentang Status Gas Natuna D Alpha.
Blok
Natuna D Alpha terletak sekitar 250 km dari Kepulauan Natuna. Cadangannya pun
sangat besar, diperkirakan 46 triliun kaki kubik. Namun untuk
mengembangkan Blok Natuna tidak mudah karena 70% cadangan gasnya berisi CO2.
Jadi, diperlukan teknologi canggih untuk penghilangan, pembuangan, dan
penyimpanan karbon dioksida karena CO2 tidak bisa dibuang sembarangan.
Investasi yang dibutuhkan juga tidak sedikit, diperkirakan sekitar US$ 52
miliar.
Meski belum dikembangkan, sejumlah negara telah menyatakan
minatnya membeli gas dari blok tersebut, antara lain Pemerintah