Penegasan itu disampaikan Menteri
ESDM Purnomo Yusgiantoro, didampingi beberapa pejabat eselon I di lingkungan
Departemen ESDM.
Meski terdapat kekurangan
penerimaan negara, papar Purnomo, tidak terdapat tindak pidana ataupun korupsi
terhadap temuan BPK tersebut. Sebagaimana diketahui, BPK melaporkan adanya
kekurangan penerimaan negara terhadap pelaksanaan kontrak kerja sama sebesar Rp
14,58 triliun, di mana sekitar Rp 14,40 triliun merupakan kekurangan penerimaan
perhitungan kembali bagi hasil Pertamina
Petroleum Contract (PPC) dan Kontrak Migas Pertamina selama periode
2003-2007 yang berkaitan dengan koreksi biaya depresiasi yang diperhitungkan
dalam cost recovery.
Dikatakan Purnomo, kekurangan
penerimaan negara itu terjadi karena adanya perbedaan interpretasi perubahan
peraturan. Terbitnya UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi, membuat Pertamina membuat amandemen kontrak dalam bentuk KPS. Di satu
sisi, ada aturan bahwa Pertamina harus mengikuti aturan baru termasuk cost recovery. Di sisi lain, ada
interpretasi Pertamina sebagai BUMN sehingga harus mendapat perlakuan yang
berbeda.
Terhadap temuan BPK itu, pemerintah
memiliki waktu 60 hari untuk melakukan klarifikasi.