Penjelasan Menteri ESDM Terkait Pengendalian BBM Bersubsidi

Jero Wacik menjelaskan, subsidi energi tahun 2014 mencapai Rp 350 triliun, terdiri dari subsidi BBM dan listrik. Pada saat ini, subsidi BBM yang seharusnya diberikan kepada masyarakat kurang mampu, sebanyak 77% dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas yang sebenarnya tidak berhak mendapatkannya.  Semua pihak sepakat, subsidi harus dikurangi agar dapat digunakan untuk membangun infrastruktur seperti sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya.

 

“Orang sudah mempunyai mobil, sudah masuk kelas menengah. Sementara yang hanya mempunyai motor, masuk kategori kurang mampu dan agak mampu. Masyarakat yang punya mobil 2 hingga 3 unit, menggunakan AC dan listrik di rumahnya 3.500 watt, harusnya sudah tidak mendapatkan subsidi. Makanya, perlu dilakukan pengendalian,” ujar Wacik.


Berdasarkan hasil pembahasan dengan DPR, disepakati bahwa pada APBN-P 2014, kuota BBM bersubsidi  sebesar 46 juta KL atau turun dibandingkan APBN 2014. Hal ini membuat pemerintah harus melakukan kebijakan agar penggunaan BBM bersubsidi tersebut tidak melebih kuota.  Hingga semester I tahun 2014, realisasi penyaluran BBM bersubsidi mencapai 22,91 juta kilo liter (KL) lebih tinggi dari kuota yang direncanakan sebesar 22,81 juta KL. Sementara pada periode yang sama pada tahun 2013 sebesar 22,74 juta KL.

Kenaikan volume BBM bersubsidi ini, antara lain disebabkan oleh pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), dalam 3 tahun terakhir, rata-rata angka penjualan mobil mencapai 1,1 juta unit per tahun motor 7,6 unit per tahun. Sementara untuk tahun 2014, target penjualan mobil adalah 1,25 juta unit dan target penjualan motor 8 juta unit.

Berdasarkan perhitungan BPH Migas, lanjut Wacik, jika tidak dilakukan pengendalian, kuota BBM bersubsidi jenis Solar akan habis pada November 2014. Sedangkan jenis bensin Premium, akan habis pada 19 Desember. Untuk itu, pemerintah cq BPH Migas melakukan pengendalian penggunaan BBM bersubsidi melalui Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka. BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014. Instruksi surat tersebut adalah:

  1. Pertamina harus mengatur jam buka SPBU untuk daerah-daerah tertentu yaitu Pulau Kalimantan, Sumatra, Jawa dan Bali yaitu pukul 08.00-18.00 WIB. Dengan ketentuan, pemilihan cluster akan ditentukan oleh badan usaha yaitu Pertamina. Pemilihan pengaturan waktu operasional pukul 08.00-18.00 ini, berkaitan dengan tempat-tempat yang rawan penyalahgunaan BBM pada malam hari. Sebagai contoh, pertambangan, perkebunan, industri, pelayaran dan kehutanan.  
  2. Ada daerah yang ditentukan tidak ada penjualan BBM bersubsidi terutama Solar yaitu daerah Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014.
  3. Peniadaan penjualan bensin Premium di seluruh SPBU di jalan tol mulai tanggal 6 Agustus 2014.  
  4. Memberikan pelayanan kepada nelayan yang kapalnya di bawah 30 GT. Tujuannya agar Pertamina bisa menekan konsumsi BBM Solar sebanyak 20% dan tepat sasaran dinikmati oleh nelayan kecil.
  5. Instruksi kepada Pertamina dan badan usaha lain untuk menyediakan BBM non subsidi di setiap outlet SPBU di seluruh tanah air.
  6. Kebijakan ini agar segera disosialisasikan ke seluruh SPBU, bekerja sama dengan Hiswana Migas. (TW)


 

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.