Menurut Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Suyartono,
kendala utama yang dihadapi dalam penerapan industri migas ramah lingkungan,
antara lain masih kurangnya partisipasi aktif stakeholder untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan.
“Pencemaran lingkungan akan terus terjadi sepanjang tidak
adanya kesadaran maupun ketaatan dari stakeholder,â€Â
kata Suyartono.
Kendala lainnya adalah biaya investasi yang tinggi, harga
migas yang belum dapat bersaing dengan BBN dan gas metana batu bara (CBM),
kurangnya infrastruktur pendukung, belum adanya sense of urgency dan sinergi antarlembaga pemerintah dalam
penerapan peraturan mengenai sektor migas dan CBM serta pengembangan BBN.
Meski masih menghadapi sejumlah kendala, lanjut Suyartono,
namun kesadaran industri migas terhadap lingkungan mulai menunjukkan
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan perusahaan melakukan
internalisasi biaya eksternal terkait dengan upaya menjaga lingkungan hidup.
Selain itu, pemerintah bersama stakeholder juga telah merumuskan Green Oil and Gas Industry Initiative (GOGII). Adanya GOGII diharapkan
pengembangan industri migas yang berkelanjutan dapat tercapai.
Kegiatan industri migas memang memiliki resiko tinggi
terhadap kerusakan lingkungan. Mulai dari penanganan limbah pengeboran saat
eksplorasi, pembakaran gas (gas flare)
hingga tumpahan minyak (oil spill)
serta kebocoran gas. Jika kegiatan migas tidak dilakukan secara baik dan
terencana, maka akan berpotensi merusak lingkungan.