Pengembangan Blok Migas Terkendala 3 Undang-Undang

Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (15/2), mengemukakan, tumpang tindih lahan kegiatan hulu migas dengan kawasan hutan mengacu kepada pasal 38 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dimana kegiatan hulu migas hanya dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung.

Pada tahun 2009, telah diselesaikan 9 persetujuan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan usaha hulu migas. Meski demikian, masih ada 4 KKKS yang masih terhambat kegiatannya karena berada di kawasan hutan taman nasional dan suaka margasatwa yaitu PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja, PT Bumi Siak Pusako/Pertamina Hulu di Suaka Margasatwa Danau Besar/Bawah, PT Pertamina EP di Taman Nasional Kutai dan ConocoPhillips Warim di Kawasan Taman Nasional Warim, Papua.

Pengembangan blok migas juga terkendala dengan terbitnya UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu tambahan perizinan berupa izin lingkungan oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang harus dipenuhi dan akan menambah birokrasi.

"Selain itu, adanya dana jaminan pemulihan lingkungan seperti termaksud dalam pasal 42 dan 43 yang tumpang tindih dengan UU No 22 tahun 2001 tentang Migas, mengenai Asset Retirement Obligation atau platform decommisioning. UU tersebut juga menyatakan izin usaha kegiatan migas batal apabila izin lingkungan dicabut," ungkap Darwin.

Implementasi UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lanjutnya, dapat menyebabkan keengganan berinvestasi, meningkatkan cost recovery dengan adanya standby fee untuk operasi peralatan yang tertunda, pembebanan ganda jaminan pemulihan lingkungan dan dapat terjadi pencabutan izin usaha yaitu izin operasi dan izin konstruksi tanpa koordinasi dengan sektor teknis.

Sementara itu mengenai terbitnya UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana pemerintah daerah diberi wewenang dalam penyelenggaraan penataan ruang. Pemda dalam menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), mengabaikan kegiatan usaha migas yang sudah berjalan sebelumnya sehingga kegiatan usaha migas yang telah berlangsung dianggap tidak sesuai dengan RTRW daerah tersebut.

"Untuk itu, sebaiknya di dalam penetapan RTRW memperhatikan kegiatan-kegiatan existing yang ada di daerah tersebut dan juga melibatkan sektor-sektor terkait," ujar Darwin.

Terkait hal tersebut, Kementerian ESDM telah mengusulkan wilayah kerja dan cekungan migas dalam Rancangan Perpres tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan di 7 wilayah yaitu Kalimantan, Sumatera, Jawa-Balu, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara yang akan menjadi acuan propinsi, kabupaten/kota untuk menyusun RTRW daerah masing-masing.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.