â€ÂKalau jadi ditunda, akan ada
pembengkakan subsidi,†ungkap Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo
usai pelantikan pejabat eselon II di lingkungan Kementerian ESDM, kemarin.
Evita memaparkan, dari
perkiraan awal, jika tidak dilakukan pengaturan BBM bersubsidi, kebutuhan BBM
diperkirakan sekitar 42,2 juta kiloliter. Padahal, dalam APBN ditetapkan volume
BBM bersubsidi sebesar 38,5 juta kiloliter.
â€ÂJadi ada selisih 3,5 juta kiloliter
kalau dibiarkan seperti ini,†tambahnya.
Meski pengaturan BBM
bersubsidi ditunda nantinya, lanjut Evita, pemerintah akan tetap mengupayakan
supaya tidak terjadi pembengkakan subsidi. Antara lain, mengkampayekan secara
besar-besaran penggunaan BBM sesuai dengan kebutuhan mesin. Misalnya, premium
yang memiliki oktan number 88, kurang baik digunakan oleh kendaraan dengan
tahun pembuatan 1999 ke atas. Jenis kendaraan tersebut, memerlukan oktan number
minimal 91.
Sementara itu mengenai usulan
menaikkan harga premium, menurut Evita, merupakan salah satu opsi. Namun
demikian, harus dilihat apakah opsi tersebut memungkinkan untuk dilakukan
karena terkait dengan aturan yang ada yaitu pemerintah harus melakukan evaluasi
harga minyak selama 12 bulan terakhir terlebih dahulu.
â€ÂNggak segampang itu
(menaikkan harga),†tegasnya.