Penandatanganan MoU CBM Untuk Listrik

Nota kesepahaman ini menjadi tonggak sejarah pemanfaatan CBM untuk listrik yang pertama kali di Indonesia. VICO akan memasok CBM untuk PLN sebesar 0,5 MMSCFD untuk jangka waktu minimal 5 tahun. PLN akan menggunakan gas tersebut sebagai bahan bakar untuk tenaga listrik yang akan didistribusikan bagi desa-desa yang terletak di dalam atau sekitar WK Sanga-Sanga.

Menteri ESDM Jero Wacik menyambut baik penandatanganan nota kesepahaman tersebut. Meski jumlah gas yang dihasilkan dari CBM masih kecil jumlahnya, namun dengan perkembangan teknologi, ia berkeyakinan pada suatu saat CBM akan berkembang pesat. Apalagi  potensi cadangan CBM termasuk besar.

“Ini harapan besar bagi kita, Indonesia. Saya minta semua pengusaha Indonesia da asing, mulailah terjun mengerjakan CBM ini,” tambahnya.

Pemanfaatan CBM untuk listrik bagi masyarakat sekitar wilayah kerja merupakan salah upaya pemerintah meningkatkan penggunaan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk pasokan tenaga listrik.

CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam conventional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya di mana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam conventional.

Cadangan gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) Indonesia mencapai 453 TCF yang tersebar dalam 11 cekungan. Dengan cadangan sebesar itu, Indonesia termasuk no 6 di dunia. Rusia menempati posisi teratas dengan cadangan sekitar 450-2.000 TCF.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Advanced Resources International, Inc (ARI) tahun 2003, Indonesia memiliki cadangan CBM sekitar 400-453,3 TCF dan menempati posisi ke 6 di dunia. Selengkapnya hasil evaluasi ARI mengenai cadangan CBM di dunia, sebagai berikut:

  1. Rusia:  450-2.000 TCF
  2. China: 700-1.270 TCF
  3. Amerika Serikat:  500-1.500 TCF
  4. Australia/New Zealand:  500-1.000 TCF
  5. Kanada:  360-460 TCF
  6. Indonesia:  400-453 TCF
  7. Afrika bagian Selatan:  90-220 TCF
  8. Eropa bagian Barat:  200 TCF
  9. Ukraina:  170 TCF
  10. Turki:  50-110 TCF
  11. India:  70-90 TCF
  12. Kazakhstan:  40-60 TCF
  13. Amerika bagian Selatan/Meksiko:  50 TCF
  14. Polandia:  20-50 TCF.

Cadangan CBM Indonesia terutama berlokasi di Sumatera Selatan sebesar 183 TCF, Barito 101,6 TCF, Kutai 80,4 TCF dan Sumatera Tengah 52,5 TCF.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.