Pemerintah Usulkan Pengunduran Waktu Pelaksanaan Pengaturan BBM Bersubsidi

Untuk mengatasi terjadinya excess kuota dan sambil menunggu pelaksanaan program pengaturan BBM bersubsidi, papar Darwin, pemerintah akan melakukan langkah-langkah yaitu meningkatkan pengawasan dengan memperkuat kelembagaan dan sosialisasi, mengintensifkan persiapan alat kendali dan alat pendukung.

"Selain itu, mengembangkan bahan bakar alternatif yang terjangkau di samping pertamax," jelas Darwin.

Pada raker yang dipimpin Ketua Komisi VII Teuku Rafly Harsya tersebut, ditegaskan kembali kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.

Sebelum menyampaikan sikap akhir pemerintah itu, pada awal rapat kerja, pemerintah menyampaikan tanggapannya atas hasil kajian konsorsium 3 perguruan tinggi yang dipimpin Anggito Abimanyu. Darwin memaparkan, terhadap Opsi I yaitu menaikkan harga premium Rp 500 per liter dan kendaraan plat kuning mendapat cash back Rp 500 per liter dengan sistem elektrik, pemerintah sependapat bahwa kenaikan harga BBM mengurangi subsidi BBM. Namun di sini lain, pemerintah kurang sependapat karena target kuota volume BBM bersubsidi masih berpotensi terlampaui, ketidaktepatan sasaran penerima subsidi tetap berlanjut dan penerapan cash back system perlu waktu untuk menambah sarana pendukung dan kehandalan jaringan komunikasi serta perlu kehati-hatian karena belum ada studi pemilahan sepeda motor.

"Namun untuk opsi I ini, pemerintah memilih kebijakan tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Meski demikian, pemerintah memandang perlu segera mempersiapkan sistem kartu untuk cash back karena pada waktunya nanti perlu sarana pendukung agar subsidi tepat sasaran untuk golongan konsumen tertentu yang dinilai berhak," papar Darwin.

Terhadap Opsi II yang menyatakan harga premium tetap Rp 4.500 per liter, mobil pribadi dialihkan ke pertamax dan harga pertamax ditetapkan maksimal Rp 8.000 per liter serta jika lebih maka pemerintah harus memberikan subsidi, Darwin mengungkapkan, pemerintah sepakat kendaraan pribadi tidak membeli premium akan mengurangi subsidi BBM, mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih efisien dan ramah lingkungan serta subsidi BBM premium dapat lebih tepat sasaran.

Namun di sisi lain, pemerintah kurang sependapat karena adanya resiko konflik di SPBU dan subsidi kepada pertamax adalah subsidi yang tidak tepat sasaran.

"Terhadap Opsi II, pemerintah memandang perlu adanya opsi alternatif yakni bahan bakar lain yang harganya berada di bawah pertamax bagi mobil pribadi yang belum mampu membeli pertamax," katanya.

Sementara itu mengenai Opsi III yaitu harga premium naik menjadi Rp 5.500 per liter, harga premium untuk pelat kuning dan motor tetap Rp 4.500 per liter dengan cara penjatahan volume untuk pelat kuning dan motor, Darwin menjelaskan, pemerintah sependapat kenaikan harga BBM akan mengurangi subsidi BBM, BBM bersubsidi dapat lebih tepat sasaran dan tepat volume dan verifikasi pengguna bahan bakar lebih mudah.

Di lain pihak, lanjutnya, pemerintah kurang sependapat karena pembangunan sistem RFID memerlukan waktu dan perlunya kehati-hatian karena belum ada studi pemilahan sepeda motor.

Terhadap Opsi III ini, pemerintah memilih kebijakan tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Meski demikian, pemerintah memandang perlu segera mempersiapkan alat kendali volume.

Selain tanggapan terhadap hasil kajian konsorsium, pemerintah juga menyampaikan pertimbangan lain yaitu realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2010 di mana realisasi bensin premium 7% di atas kuota, minyak solar 14% di atas kuota dan minyak tanah 37% di bawah kuota karena terkonversi ke LPG. Sedangkan untuk tahun 2011, hingga Maret 2011, kuota harian premium telah terlampaui 2,65% dan solar 2,3%.

Pertimbangan lainnya, berkenaan dengan prognosa BBM bersubsidi tahun 2011 yaitu apabila tidak dilaksanakan peningkatan dan pengaturan BBM bersubsidi, maka volume total dapat mencapai 42 juta KL di mana excess terhadap kuota 3,5 juta KL setara dengan Rp 7 triliun.

"Namun demikian, pengaturan BBM bersubsidi dapat dilakukan dengan atau tanpa perubahan Perpres dan akan semakin baik dilakukan asal pada waktunya," imbuh Darwin.

Hal lain yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah dampak kecenderungan inflasi yang tinggi terhadap daya beli masyarakat yaitu mengingat kecenderungan inflasi yang meningkat di tingkat dunia maupun domestik, maka untuk mengendalikannya perlu pengelolaan administered price melalui kebijakan harga energi yang berhati-hati dan ketersediaan pasokan.

"Hal itu guna mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,4% pada 2011," tambahnya.

Selain itu, perekonomian nasional pada 2011 masih akan menghadapi tekanan inflasi baik karena pengaruh tekanan harga komoditas internasional maupun karena faktor perubahan iklim. Mempertahankan harga BBM bersubsidi merupakan langkah yang sejalan dengan upaya menjaga administered price pada tingkat yang tepat.


Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.