“Sejak masa Menteri ESDM terdahulu, kita secara
sungguh-sungguh ingin mewujudnya (pembangunan kilang). Kita merencanakan akan
membangun sekitar 2 atau 3 kilang lagi,†kata Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh
usai membuka Lokakarya Kondisi Bahaya Geologi Dalam Rangka Pembangunan Selat
Sunda di Auditorium ESDM, Kamis (30/9).
Ia memaparkan, pembangunan kilang baru sangat diperlukan Indonesia.
Namun demikian, pembangunan tidak mudah karena memerlukan biaya tinggi dan
marjin yang diperoleh pun tidak besar. Untuk itu, pemerintah cq Kementerian
ESDM telah mengajukan usulaninsentif
bagi pembangunan kilang.
Sebetulnya, pemerintah telah memberikan insentif untuk
pembangunan kilang yaitu melalui PP No 62 Tahun 2008 sebagai amandemen PP No 1
Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu, berupa
pengurangan penghasilan netto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman
yang dilakukan, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian
yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun dan pengenaan pajak
penghasilan atas dividen sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian
perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah. Namun, insentif itu dianggap
belum cukup dapat menarik investor. Karena itu diajukan usulan tambahan
insentif.
Kapasitas
kilang minyak yang beroperasi di Indonesia saat ini mencapai 1.155,6
MBSD. Ini berarti masih ada defisit sekitar 360 MBSD dari kebutuhan dalam
negeri. Untuk mengatasinya, diperlukan sekitar 2 kilang baru yang masing-masing
berkapasitas 200 MBSD.
Untuk kawasan Asia Pasifik, kilang terakhir kali dibangun
tahun 1998. Khusus Indonesia,
kilang yang usianya paling muda dan dapat memberikan keuntungan adalah Balongan
yang dibangun tahun 1994. Sementara untuk kilang-kilang lainnya, keuntungannya
sangat kecil karena telah berumur tua lantaran dibangun tahun 70-an.