Pemerintah-DPR Bahas RUU Pengesahan Persetujuan RI-Vietnam Tentang Penetapan Batas Landas Kontinen 2003

Rapat kerja dipimpin oleh Theo F Sambuaga dari Fraksi Partai Golkar. Acara diawali dengan pandangan umum fraksi-fraksi yang intinya mendukung pengesahan RUU ini karena merupakan pengakuan Vietnam terhadap kedaulatan NKRI, memberikan kepastian hukum bagi penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di laut serta memberikan kesempatan bagi Indonesia menggali potensi sumber daya alam di wilayah perbatasan.


Anggota DPR juga berharap agar masalah perbatasan ini dibahas sedetil mungkin agar tidak terjadi lagi kasus hilangnya Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia  serta Blok Ambalat yang masih menjadi bahan perdebatan Indonesia dan Malaysia .


Menteri ESDM mewakili Pemerintah menyambut baik dukungan tersebut dan mengharapkan agar RUU dapat segera disahkan. Selama ini, papar Purnomo, Indonesia giat melakukan perundingan penetapan batas maritim dengan negara tetangga termasuk Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Singapura dan Thailand.


"Dari seluruh perundingan itu, perundingan batas maritim dengan Vietnam berjalan paling alot karena telah berlangsung sejak 1978 namun baru disetujui bersama 26 Juni 2003 di Hanoi,Vietnam", katanya.


 

Dalam pembahasan RUU, sejumlah anggota DPR mengajukan usulan perubahan, antara lain mengganti istilah pulau-pulau terluar menjadi terdepan dengan alasan karena pulau-pulau itu yang paling depan berhadapan dengan negara lain. Akhirnya disepakati tetap menggunakan istilah pulau terluar, namun dengan menambahkan keterangan di bagian penjelasan.


Rapat yang dimulai sejak pagi itu, berakhir sekitar pukul 18.00 WIB. Rencananya, Selasa (30/1), Pemerintah akan mendengarkan pandangan akhir fraksi-fraksi. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, RUU ini dapat dilaporkan pada Rapat Paripurna DPR.


Persetujuan penetapan batas landas kontinen Indonesia-Vietnam tanggal 26 Juni 2003 di Hanoi, dilakukan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden Sosialis Vietnam Trean Duc Liong. Persetujuan ini menguntungkan Indonesia karena memberikan kepastian hukum mengenai batas dan wilayah kontinen Indonesia, adanya pembagian wilayah landas kontinen yang adil serta hukum internasional yang berlaku, memudahkan pengawasan dan hak-hak berdaulat negara di landas kontinen serta pengakuan secara hukum oleh Vietnam atas pulau-pulau terluar di wilayah Natuna yang langsung berhadapan dengan Vietnam.


RUU ini antara lain menyatakan bahwa titik-titik koordinat dihitung menggunakan Datum Sistem Geodesi Dunia 1984 (World Geodetic system/WGS 84) dan garis-garis lurus yang menghubungkan setiap titik-titik koordinat merupakan suatu garis geodetik. Sedangkan peta yang dipakai adalah British Admiralty Chart no 3482 skala 1:1.500.000.


 

Dinyatakan pula, penetapan batas lantas kontinen tidak akan mempengaruhi penetapan ZEE antara kedua negara yang akan ditetapkan di masa mendatang.


RUU juga mengatur perlunya kerjasama antara kedua negara dalam bentuk koordinasi setiap kebijakan terkait dengan hukum internasional mengenai perlindungan lingkungan laut, ekploitasi dan pembagian keuntungan yang adil dari hasil eksplorasi sumber daya alam dasar laut dan isinya yang melintasi garis batas antara kedua negara.


Bila terjadi perselisihan yang timbul dari penafsiran atau pelaksanaan perjanjian kedua negara, akan dilakukan secara damai melalui musyawarah atau perundingan.


 

Mengenai pemberlakuan persetujuan, diatur bahwa persetujuan perlu diratifikasi masing-masing negara. Piagam ratifikasi tersebut kemudian akan saling dipertukarkan dan tanggal pertukaran piagam ratifikasi akan dinyatakan sebagai tanggal berlakunya persetujuan.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.