Pembatasan Cost Recovery Bukan Keharusan

Demikian ditegaskan Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo.

Diakui Evita, dalam kontrak kerja sama yang baru, memang dituliskan mengenai capping. Namun sebetulnya, capping bukan merupakan keharusan.

"Kita bisa melakukan capping, tapi tidak harus," katanya.

Ia menjelaskan, klausul mengenai capping dimasukkan dalam kontrak kerja sama karena UU APBN 2009 menyatakan adanya pembatasan cost recovery. Untuk 2010, dituliskan pula nilai cost recovery, namun tidak dinyatakan ada pembatasan.

Lebih lanjut Evita memaparkan, capping itu bukan berarti cost recovery dipotong, melainkan hanya pembatasan pembayaran. Tapi toh, sisanya akan tetap akan dibayarkan pemerintah.

Sebagai contoh, jika cost recovery mencapai 100, namun dengan adanya capping hanya 70 yang bisa dibayarkan. Sisa 30, tetap akan dibayarkan di tahun-tahun berikutnya.

"Tapi kontraktor takut kalau nanti sampai masa kontrak selesai, sisanya belum dibayar. Seakan-akan begitu. Ini membuat dia (kontraktor) takut jika melakukan investasi besar. Takut jadi susah," ungkap Evita.

Evita mengemukakan, kendala yang dihadapi saat ini adalah besarnya kecurigaan sebagian besar KKKS terhadap rencana kebijakan pemerintah. Padahal, mereka belum mengetahui secara jelas kebijakan yang digodok tersebut. Sebagai contoh, RPP tentang Peningkatan Produksi yang saat ini masih dalam penyusunan dan mendapat beragam  respon dari KKKS. 

“Padahal di RPP itu, kebanyakan pemerintah Ditjen Migas dan BPMIGAS yang musti bekerja lebih keras karena harus menyelesaikan urusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan,” ujarnya.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.