“Sebetulnya Indonesia sudah
memulai (diversifikasi ke gas) sejak tahun 1988. Tetapi memang kondisinya naik
turun. Oleh karena itu, mulai tahun ini, pemerintah bertekad akan membuat tim
yang terkoordinasi. Tidak hanya Kementerian ESDM, tetapi juga Kementerian
Perhubungan dan Kementerian Perindustrian,†ungkap Dirjen Migas Kementerian
ESDM Evita H. Legowo dalam acara Workshop Pengendalian BBM Bersubsidi yang
diselenggarakan oleh Indonesian Institute
for Energy Economics (IIEE), GSI dan IISD
di Hotel Bimasena, Kamis (15/3) pagi.
Tim inilah yang nantinya akan
bertugas ‘mengawal’ pelaksanaan diversifikasi BBM ke bahan bakar tersebut.
Masing-masing kementerian, akan melaksanakan tugas sesuai dengan tupoksinya.
Misalnya, Kementerian ESDM bertugas dalam penyediaan dan distribusi gas
termasuk membangun SPBG. Kementerian Perhubungan bertanggung
jawab menyediakan converter kit dan bengkel pemasangan dan pemeliharaan.
Sedangkan Kementerian Perhubungan bertanggung jawab mengawasi keselamatan dan
persyaratan teknis dan laik jalan.
Perpindahan penggunaan BBM ke
bahan bakar gas ini, jelas Evita, harus dilakukan untuk meningkatkan ketahanan
energi nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, sumber
daya minyak semakin menipis, sementara sumber daya gas masih cukup besar serta
mendukung penggunaan energi bersih.
â€ÂPemanfaatan gas untuk
transportasi akan didorong secara alami sesuai dengan ketersediaan gas dan
infrastruktur,†tambah Evita.
Untuk pelaksanaan
diversifikasi BBM ke gas ini, pemerintah telah menyiapkan 2 jenis bahan bakar
yaitu CNG dan LGV. CNG terutama akan ditujukan untuk angkutan umum perkotaan di
daerah yang tersedia sumber gas alam dan infrastruktur penyaluran. Semantara
LGV untuk angkutan umum di daerah yang tidak tersedia CNG, angkutan umum
eksekutif serta kendaraan pribadi.
Untuk angkutan umum, converter kit CNG dan LGV akan diberikan
secara gratis.