â€ÂKami telah melakukan pembahasan dengan stakeholder dan mendapat masukan.
Pembahasan dengan stakeholder masih
akan dilakukan dua kali lagi,†kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas A. Edy
Hermantoro.
Penyusunan aturan ini merupakan salah satu program 100
hari KIB II, dengan harapan agar CBM dapat diproduksikan pada 2011. Saat ini,
pemerintah sedang mengupayakan agar sekitar 5-6 KKKS yang telah menandatangani
kontrak kerja sama CBM, dapat mulai berproduksi pada tahun tersebut.
Pedoman Pengembangan CBM, antara lain berisi tentang
dimungkinkannya pemanfaatan gas yang telah keluar pada proses dewatering. Gas itu sedianya
akan digunakan untuk pembangkit listrik skala kecil bagi masyarakat sekitar.
Agar
KKKS tertarik mempercepat pengembangan CBM, lanjut Edy, pemerintah menawarkan
bagi hasil (split) tersendiri ketika
CBM telah dimanfaatkan saat dewatering.
“Jadi
ketika gas yang keluar saat dewatering
itu dimanfaatkan, ditawarkan split 55:45.
Split yang sama juga diperoleh ketika
gas dimanfaatkan ketika sudah berproduksi. Jadi bisa mendapat 2 kali
keuntungan,†jelas Edy.
Untuk
keperluan percepatan pengembangan CBM ini, pemerintah akan mengubah kontrak
lama karena aturan ini berlaku bagi kontrak lama dan baru. Hingga November
2009, telah dilakukan penandatanganan 20 kontrak kerja sama CBM.
Saat ini
gas telah keluar pada proses dewatering dari 2 sumur Lapangan Rambutan
yang merupakan kerja sama pemerintah dan Medco, terpaksa dibakar. Padahal
seharusnya gas tersebut dapat dimanfaatkan untuk masyarakat terdekat.
Potensi CBM Indonesia cukup besar yaitu 453,3 TCF yang tersebar
pada 11 cekungan hydrocarbon. Dari sumber daya tersebut, cadangan CBM
sebesar 112,47 TCF merupakan cadangan terbukti dan 57,60 TCF merupakan cadangan
potensial.