Panduan ini menurut Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H.
Legowo sangat penting mengingat karakteristik CBM yang berbeda dari minyak dan
gas bumi, membuatnya perlu diperlakukan berbeda.
Sebagai contoh, pemanfaatan gas yang telah keluar pada
waktu proses dewatering di 5 sumur
pada Lapangan Rambutan yang dikelola Medco. Padahal untuk dijual secara
komersial, harus mendapat persetujuan PoD dari Menteri ESDM terlebih dahulu.
Sementara jika dibakar (flared),
sesuai Permen ESDM No 36 Tahun 2008, wajib mendapat persetujuan Menteri ESDM.
“
Potensi CBM Indonesia cukup besar
yaitu 453,3 TCF yang tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon. Dari sumber
daya tersebut, cadangan CBM sebesar 112,47 TCF merupakan cadangan terbukti dan
57,60 TCF merupakan cadangan potensial.
Pada tahun 2025, lanjut Evita,
kontribusi CBM untuk bauran energi nasional sesuai dengan Peraturan Presiden No
5 Tahun 2006 diharapkan dapat mencapai 3,3%. Jumlah ini cukup besar dan jika
tidak dilakukan pengembangan mulai sekarang, bisa jadi target tak dapat
tercapai.
CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.
CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional.