“Kalau mereka mau beli juga tidak dilarang. Tapi kan jadi ketahuan
orang-orang yang tidak berhak jadi ketahuan mengambil jatah kaum dhuafa yang
pantas menerima subsidi,†katanya usai rapat konsultasi dengan Komisi VII DPR,
Jumat (7/12) sore.
Luluk menjelaskan, program yang masih dalam kajian ini
bertujuan mengurangi subsidi BBM yang semakin berat seiring melonjaknya harga
minyak dunia. Berdasarkan perkiraan, jika harga rata-rata minyak Indonesia
berdasarkan perhitungan ICP mencapai US$ 60 per barel, maka subsidi untuk
premium mencapai Rp 7 triliun. Namun kalau harga melonjak menjadi US$ 100. maka
subsidi premium bisa mencapai US$ 50 triliun lebih.
“Dengan sistem yang sekarang ini, kalau harga minyak
melonjak, maka yang menanggung subsidi adalah pemerintah dan yang menikmati
subsidi itu tidak semuanya berhak menerima subsidi. Relakah kita, uang
pemerintah yang sebetulnya terbatas ini juga dinikmati oleh orang yang tidak
berhak,†ujar Luluk.
Mengenai pelaksanaan program ini, menurut Luluk, hal itu
bukan porsinya untuk menjawab. Namun pihaknya terus menyiapkan kajian agar
kapanpun pemerintah memutuskan memberlakukannya, sudah dapat dilaksanakan
dengan baik.
Sedangkan berkaitan dengan kesiapan PT Pertamina, lanjutnya, dari hasil rapat koordinasi
dengan BPH Migas Pertamina beberapa hari lalu, perusahaan pelat merah itu sudah
menyatakan kesiapannya kapanpun program ini akan dilakukan pemerintah.
Jika pengalihan premium oktan 88 ke 90 jadi dilakukan,
maka pada tahap awal di jalan-jalan protokol, kompleks mewah dan jalan tol di
kawasan Jabodetabek.