Oil Shock dan Ketahanan Energi

Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo dalam seminar mengenai Ketahanan Energi di Universitas Indonesia, Rabu (10/9), mengungkapkan, oil shock tidak berpengaruh signifikan pada negara-negara yang telah mengembangkan energi alternatif (diversifikasi), efisiensi energi (konservasi) dan kebijakan energi sesuai mekanisme pasar.

Indonesia sendiri, lanjut Evita, mengalami kesulitan menghadapi oil shock karena masih memberikan subsidi kepada masyarakat. Semakin meningkat harga minyak dunia maka subsidi yang harus ditanggung pun semakin besar.

Selain itu, pengembangan energi terbarukan yang dilakukan belum optimal, demikian pula dengan penghematan energi.

Meski demikian, papar Evita, upaya untuk memperkuat ketahanan energi nasional melalui diversifikasi dan konservasi terus dilakukan, antara lain dengan program konversi minyak tanah ke elpiji, pengembangan bahan bakar nabati, peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di semua sektor serta pengembangan nuklir untuk pembangkit listrik.

Upaya lainnya adalah gerakan hemat energi, kewajiban audit energi dan penunjukan pengawas energi serta penerapan standar peralatan pemanfaat energi.

Dibandingkan negara-negara lainnya, Indonesia termasuk boros energi. Berdasarkan perbandingan elastisitas pemakaian energi 1998-2003, elastisitas energi Indonesia mencapai 1,84, lebih tinggi dibanding Malaysia (1,69) dan Singapura (0,73). Negara yang elastisitas energinya rendah adalah Jerman (0,12) dan Inggris (0,03).

"Melalui berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan pada 2025 elastisitas energi Indonesia dapat kurang dari 1," tambah Evita.

 

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.