“Kita sudah punya satu (KKS Shale Gas) yang dikelola Pertamina. Kita akan punya lagi sekitar lima,†kata Dirjen Migas Kementerian ESDM dalam acara The 39th HAGI Annual Convention dan Exhibition 2014 di Paragon Hotel, Solo (14/10).
Dirjen Migas mengatakan, pengembangan migas non konvensional merupakan salah satu tantangan bagi industri migas Indonesia, di tengah menurunnya produksi minyak nasional. Pengembangan gas metana batubara (CBM) dan shale gas diharapkan dapat meningkatkan produksi migas guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat.
“Sebelum tahun 2004, Indonesia merupakan bagian dari OPEC. Tapi setelahnya, kita sebagai net importer. Ini ada gap yang besar,†katanya.
Edy mengharapkan agar Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) dapat membantu pemerintah mencari sumber-sumber migas baru. Seperti misalnya dalam pengembangan shale gas, pada masa lalu ketika ada penemuan shale formation tidak dimanfaatkan, saat ini diburu investor. Kondisi ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Potensi shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 574 TCF, lebih besar jika dibandingkan gas metana batubara (CBM) yang mencapai 453,3 TCF dan gas konvensional sebesar 153 TCF. Shale gas Indonesia banyak ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Pengembangan shale gas diatur dalam Permen ESDM No 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional. Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas membutuhkan waktu sekitar lima tahun.
The 39th HAGI Annual Convention dan Exhibition 2014 merupakan acara rutin tahunan yang diselenggarakan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) yang tahun ini mengambil tema “Geophysical Breakthrough from the Heart of Javaâ€Â. Acara ini dibuka oleh Kepala Bakorwil II Jateng Budiyanto yang mewakili Gubernur Jawa Tengah, Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy Hermantoro dan Plt. Kepala SKK Migas J. Widjonarko.
Acara ini diisi
dengan diskusi panel, pameran, student
competition, lomba poster, karya ilmiah serta carbonat field trip. Melalui acara ini diharapkan diperoleh terobosan-terobosan penerapan teknologi
geofisika menghadapi permasalahan-permasalahan eksplorasi dalam kondisi geologi
yang komplek, seperti subvulkanik dan struktur/tektonik, serta memberikan
kontribusi dalam pembangunan nasional seperti mitigasi bencana antara lain
penggunaan metode pasif seismik dan mikrotremor.
HAGI merupakan organisasi profesi nirlaba yang beranggotakan Ahli Geofisika di
Indonesia dengan berbagai latar belakang profesi dan industri. HAGI didirikan
di Bandung pada 1979 yang hingga tahun 2014 telah mencatat lebih dari 3.000
anggota yang berada di berbagai negara. HAGI memiliki 13 Komisariat Wilayah di
13 kota di Indonesia, Kuala Lumpur dan Perth. Presiden HAGI periode 2012-2014 adalah
Prof. Sri Widiyantoro, Ph.D yang juga merupakan Dekan Fakultas Teknik
Pertambangan dan Perminyakan ITB.