Lebih Jauh Tentang Tumpahan Minyak di Laut

Industri migas rentan terhadap pencemaran lingkungan, baik di darat, laut maupun udara serta penggunaan lahan (konversi) untuk kegiatan migas.

Pencemaran perairan laut berupa tumpahnya minyak atau oil spill seringkali terjadi. Penyebabnya beragam, mulai dari kecelakaan kapal tanker, kegiatan pengeboran minyak offshore (lepas pantai), docking, scrapping dan sebagainya.

Seringkali oil spill disebabkan oleh kecelakaan tanker. Biasanya kecelakaan terjadi karena ada kebocoran lambung (terutama kapal-kapal yang masih ‘single hull’), kapal kandas, terjadi ledakan atau kebakaran maupun kapal tabrakan. Pada sejumlah kasus, tumpahnya minyak juga dapat disebabkan karena dangkalnya perairan, sementara kapal dalam kondisi muatan penuh.

Tumpahnya minyak juga dapat terjadi pada saat kapal melakukan bongkar muat. Baik di pelabuhan maupun di laut. Proses bongkar muat ini sangat beresiko menimbulkan kecelakaan, seperti pipa pecah, bocor maupun kesalahan yang dilakukan awak kapal.

Salah satu sumber pencemaran di laut lainnya adalah buangan bilge illegal. Bilge adalah saluran buangan air, minyak dan pelumas hasil proses mesin yang merupakan limbah. Menurut aturan internasional, buangan air bilge sebelum dipompakan ke laut, harus terlebih dahulu ke dalam separator, pemisah minyak dan air. Namun pada kenyataannya, banyak buangan bilge illegal yang tidak memenuhi aturan internasional yaitu dengan dibuang begitu saja ke laut.

Pencemaran juga terjadi pada saat proses scrapping kapal. Pada umur tertentu, kapal sudah tidak berfungsi dengan baik sehingga kapal dijadikan besi tua dengan cara badan kapal dipotong-potong. Akibat proses ini, banyak kandungan logam dan lainnya termasuk kandungan minyak yang terbuang ke laut. Diperkirakan sekitar 1.500 ton per tahun, minyak yang terbuang akibat proses ini yang menyebabkan kerusakan lingkungan setempat.

Tumpahan minyak bisa berbentuk cair maupun menyerupai bola-bola (tar ball). Kasus tar ball sering terjadi di Kepulauan Seribu, Jakarta. Pada Oktober 2008, tar ball ditemukan di tiga pulau yang berada di Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pari, Pulau Kongsi dan Pulau Payung. Dari pembersihan yang dilakukan secara manual. Ditemukan tar ball sebanyak 4.782 kantong atau sekitar 49,6 ton.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat proses industri migas, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan agar resiko tersebut dapat dihindari. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah agar kegiatan industri migas aman, dapat dilihat dari banyaknya peraturan yang dibuat. Selain itu, disusun pula berbagai standarisasi seperti standarisasi peralatan, prosedur kerja, pelaporan, evaluasi dan sebagainya.

Salah satu contoh upaya pemerintah mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah melaksanakan monitoring tumpahan minyak dengan satelit yang dilaksanakan sejak 2011. Program monitoring ini dapat digunakan sebagai alat yang memetakan kondisi perairan secara langsung (near real time) dan terus-menerus serta mencakup semua proses fisik yang terjadi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. 

Selain itu juga dapat mendeteksi kemungkinan ancaman yang timbul dari kegiatan usaha migas maupun dari kegiatan lainnya terhadap lingkungan hidup maupun masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung bisa dideteksi apakah tumpahan minyak berasal dari kegiatan usaha migas atau dari kapal-kapal yang melintas di perairan tersebut atau kegiatan sejenis. (TW/Sumber: Buku Keselamatan Lingkungan Migas oleh Suyartono, mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas)


Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.