Menurut
Deputi Pengendalian Operasi, BPMIGAS Budi Indianto, West Sangatta pada tahun
2010 telah menyelesaikan pemboran tiga sumur. Sejak akhir Januari 2011, mulai
dibor empat lainnya.
"Targetnya,
Mei 2011 telah dihasilkan gas sebesar satu MMSCFD (juta kaki kubik per hari)
atau setara 2,5 megawatt," kata Budi di Bandung, kemarin.
Secara
paralel, kata dia, dilakukan pembicaraan dengan badan usaha milik daerah (BUMD)
untuk rencana penjualan gas.
Sejak
dikembangkan pada 2008, kegiatan eksplorasi CBM terus berkembang. Tahun ini,
ditargetkan ada lima kontraktor kontrak kerja sama (KKS) pemilik wilayah kerja
CBM mulai memproduksikan gas. Selain West Sangatta, kontraktor lainnya adalah
WK CBM Sekayu (Medco Energy International), Tanjung Enim (Arrow PTE), Barito
Banjar (Indobarambai) dan Sanga-Sanga (VICO). Masing-masing produksi
direncanakan satu MMSCFD, kecuali Sanga-Sanga yang produksinya 1,5 MMSCFD.
"Kontraktor
lain mulai produksi kuartal ketiga hingga akhir tahun 2011," kata Budi.
Total
produksi kelimanya sekitar 5,5 juta kaki kubik per hari atau listrik yang
dihasilkan setara dengan 13,75 megawatt. "Nantinya, gas yang dihasilkan
tersebut diproyeksikan menjadi listrik yang akan digunakan oleh konsumen di
sekitar daerah operasi," katanya.
Kepala Divisi
Penunjang Operasi BPMIGAS Sinang Bulawan, mengatakan, sejumlah kendala
operasional dihadapi di lapangan mengingat kegiatan CBM relatif baru di
Indonesia dan berbeda dengan proses migas konvensional. Diantaranya, masalah
teknis operasi seperti keterbatasan rig khusus CBM. Kendala perizinan dan
administrasi juga ditemui. Contohnya, pembebasan dan tumpang tindih lahan
dengan wilayah kerja batu bara, kehutanan, perkebunan, dan lahan masyarakat.
Selain itu,
belum ada baku mutu limbah air khusus kegiatan CBM, serta belum ada klasifikasi
studi lingkungan, seperti analisis dampak lingkungan (Amdal) dan upaya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UKL-UPL).
"Padahal,
persetujuan Amdal atau UKL-UPL menjadi dasar keluarnya perizinan," kata
Sinang.
Kepastian
pembeli atas ketersediaan gas yang berkesinambungan, serta kesiapan sarana dan
prasarana kelistrikan, seperti pembangkit dan jaringan juga menjadi
permasalahan tersendiri.
Menurutnya,
untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diperlukan kerja sama yang erat antara
sesama operator CBM maupun dengan instansi terkait lainnya.
"Agar
tercipta persamaan persepsi untuk mendapatkan solusi operasional," kata
Sinang.
Potensi CBM
Indonesia memang termasuk lima terbesar di dunia. Sumber dayanya mencapai 453,3
trilliun kaki kubik (TCF) yang tersebar di 11 cekungan. Oleh karena itu,
pemerintah giat menawarkan wilayah kerja baru. Setelah memiliki 23 WK CBM,
tahun 2011 ini pemerintah berencana menawarkan 13 WK CBM baru. Selain itu,
diharapkan dapat dilakukan penandatanganan 10 kontrak kerja sama CBM. Sebagai
tahap awal, gas dari CBM diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan listrik skala
kecil pada tahun 2011. Sesuai rencana kerja pemerintah, produksi CBM diharapkan
dapat mencapai 500 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada tahun 2015, 1.000
MMSCFD pada tahun 2020 dan 1.500 MMSCFD untuk tahun 2025.