"Di atas kertas sudah tidak ada masalah.
Prinsip-prinsipnya sudah disetujui, legal juga oke," ujar Dirjen Migas
Departemen ESDM Luluk Sumiarso di Gedung Migas, akhir pekan lalu.
Saat ini, lanjutnya, sedang
dicari saat yang tepat untuk dilakukan penandatanganan. Mengingat kontrak ini
merupakan kontrak CBM yang pertama, maka pemerintah menginginkan agar acara ini
berkesan.
Konsorsium Medco-Ephindo
mendapat persetujuan mengelola wilayah kerja CBM di Sumatera Selatan dengan
bagi hasil 55% untuk pemerintah dan 45% untuk Medco-Ephindo.
Bagi hasil kontraktor CBM
lebih besar dibanding minyak dan gas karena pengelolaannya lebih sulit, memakan
waktu dan biaya yang lebih besar ketimbang migas.
CBM merupakan sumber energi
alternatif masa depan Indonesia. Potensi cadangan CBM Indonesia cukup besar
yaitu sekitar 453,3 TCF yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Potensi
terbesar CBM berada di Sumatera Selatan yakni mencapai 183 TCF.
Pada awal kegiatan
operasionalnya, dibutuhkan biaya yang cukup besar mengingat karakteristik deposit
yang berbeda dengan gas alam konvensional. CBM adalah gas bumi yang
terperangkap di dalam batu bara. Melalui proses pengeboran tertentu, CBM
diekstrasi dari lapisan deposit batu bara. Proses ekstrasi yang dilakukan tidak
akan mengurangi deposit batu baranya, karena yang diambil hanya CBM yang
terperangkap.