Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo dalam acara The 2nd CBM World mengungkapkan, investor dapat mengajukan proposal kontrak kerja sama yang diinginkannya, tidak selalu harus menggunakan kontrak bentuk bagi hasil.
“Namun kontrak itu harus disetujui pemerintah dulu. Dalam hal ini tentu saja memikirkan kepentingan nasional. Jika disetujui, maka kontrak bentuk lain dapat digunakan,†ucap Evita.
Namun jika pemerintah tidak menyetujui proposal kontrak yang diajukan tersebut, maka kontrak kerja sama migas yang digunakan tetap memakai bentuk kontrak bagi hasil (PSC) yang telah digunakan selama ini.
Wacana digunakannya kontrak
bentuk lain, sebetulnya sudah cukup lama dibahas. Kontrak bentuk lain yang
diusulkan, antara lain meniadakan cost recovery, di mana kontraktor menanggung
semua biaya produksi dan pemerintah mendapatkan bagi hasil bersihnya saja. Namun hingga saat ini, kontrak
bagi hasil masih dianggap paling tepat digunakan di Indonesia.
Sistem PSC secara sederhana pertama kali dipakai di
Meksiko oleh perusahaan minyak Pemex tahun 1958, yang kemudian diikuti oleh
negara lainnya seperti Mesir dan Amerika Latin. Untuk Indonesia, sistem PSC
pertama kali digunakan pada Agustus 1966 yang ditandai dengan penandatanganan
kontrak antara Permina (yang kemudian menjadi PT Pertamina) dan IIAPCO untuk
kegiatan di lepas pantai laut Jawa.