Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Suyartono dalam
bukunya mengenai Keselamatan Instalasi Migas, mengemukakan, enam hal yang harus
diperhatikan adalah kedalaman formasi yang lebih dangkal sehingga bahaya selama
pengeboran lebih mudah dikendalikan (tekanan rendah), dibutuhkannya lebih
banyak sumur produksi untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan setiap
sumur memerlukan unit-unit komplesi seperti pipa air hasil dewatering, gas line,
kepala sumur dan pompa.
Selain itu, surface
facility seperti separator dan kompresor di pusat gathering system, produksi gas CBM harus didikung dengan peralatan
yang handal untuk menjaga kesinambungan tingkat produksi dan well abandonment secara permanen harus
mengikuti SNI 13-6910-2002 tentang Operasi Pemboran Darat dan Lepas Pantai yang
Aman di Indonesia-Pelaksanaan.
CBM adalah gas alam dengan rantai karbon tunggal. Metana
yang diproduksikan dari lapisan batu bara, berbeda dengan gas alam umumnya yang
ditemukan di industri migas. CBM terbentuk dan tersimpan dalam reservoar batu
bara, sedangkan gas alam diproduksikan dari reservoar pasir, gamping maupun
rekahan batuan beku.
Potensi CBM Indonesia mencapai 453,3 TCF. Basin berskala
besar terutama di Sumatera Selatan, Barito, Kutai dan Sumatera Tengah.
Sedangkan basin skala menengah, antara lain Tarakan utara, Berau, Ombilin,
Pasir/Asem-Asem dan Jatibarang. Sementara basin yang potensiu CBM-nya kecil
adalah Sulawesi Selatan, Irian Jaya dan Bengkulu.
CBM memiliki beberapa manfaat, antara lain dapat dijual
langsung sebagai komoditas minyak bumi seperti gas bumi konvensional atau
diubah menjadi energi listrik dan mempunyai nilai tambah.