“Kita sedang mempersiapkan untuk penandatanganan berikutnya,†kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Hendra Fadly, akhir pekan lalu.
Menurut Hendra,
wilayah kerja shale gas yang sedang
dipersiapkan penandatanganannya tersebut,
saat ini sedang dalam proses joint study.
Sementara itu
mengenai KKS shale gas pertama yang
telah ditandatangani pada 15 Mei 2013 di Forum IPA ke 37, sudah mulai melakukan
aktivitas. Hendra mengharapkan agar kegiatan pengembangan shale gas perdana tersebut dapat berjalan lancar sesuai rencana. WK shale
gas yang dioperasikan PT PHE MNK Sumbagut tersebut, diperkirakan mengandung potensi shale gas sebesar 18,56 triliun kaki
kubik. Pertamina dengan
investasi sekitar US$ 7,8 miliar, menargetkan produksi perdana dapat diperoleh
pada tahun ke-7 setelah enam tahun tahap eksplorasi perdana dengan tingkat
produksi sebesar 40-100 MMSCFD.
Potensi
shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 574 TCF, lebih besar jika
dibandingkan gas metana batubara (CBM) yang mencapai 453,3 TCF dan gas
konvensional sebesar 153 TCF.
Shale gas Indonesia
banyak ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Pengembangan shale
gas diatur dalam Permen ESDM No 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional.
Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau
tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi
gas membutuhkan waktu sekitar lima tahun. (TW)