Investment credit untuk pengusahaan dan
pemroduksian migas kedalaman laut 200-1.500 adalah 110% dan di atas 1.500
sebesar 125%.
Sedangkan split atau bagi hasil untuk
laut dalam, berdasarkan Paket Insentif Agustus 1992, bagi hasil untuk
pengusahaan dan pemroduksian minyak di daerah frontier adalah 80:20 dan di laut dalam lebih dari 1.500
adalah 75:25.
Sedangkan split untuk pengusahaan dan
pemroduksian gas untuk daerah frontier adalah 60:40 dan di daerah laut dalam
lebih besar dari 1.500 sebesar 55:45.
Untuk blok yang berada di Indonesia Timur khususnya dan sebagian daerah barat
dengan kondisi serupa, di mana tidak tersedia data sub surface yang memadai, pemerintah memberikan kemudahan dengan
menerapkan model kontrak di mana kontraktor tidak berkewajiban untuk
menyampaikan komitmen pasti berupa pemboran eksplorasi pada 3 tahun pertama.
Dalam hal ini, KKKS hanya diwajibkan melaksanakan survei seismik, di mana
kontraknya dibatasi maksimal 3 tahun. Apabila hasil survei tidak menemukan
prospek yang siap dibor, maka kontrak diakhiri.
Potensi sumber daya migas nasional tersebar dalam 60 cekungan sedimen (basin).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 22 cekungan belum pernah dilakukan kegiatan
eksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut dalam serta terutama berlokasi
di Indonesia bagian Timur. Ke 22 cekungan tersebut adalah Ketungau, Pembuang,
Lombok Bali, Flores, Tukang Besi, Minahasa, Gorontalo, Sala Bangka, South Sula,
West Buru, Buru, South Obi, North Obi, East Halmahera, North Halmahera, South
Seram, West Weber, Weber, Tanimbar, Waropen dan Jayapura.