â€ÂCBM yang sudah produksi
sampai saat ini ada 4. Tapi harapan saya, sampai akhir tahun bisa mencapai 6
sampai 7 blok,†kata Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo usai menjadi
pembicara pada acara IIICE 2012 di JCC, kemarin petang.
Evita menjelaskan, berbeda
dengan gas konvensional, gas dari CBM dapat diproduksi dalam waktu yang relatif
lebih cepat. Hanya dalam waktu sekitar 3 tahun, sudah dapat diproduksikan.
Namun demikian, produksinya relatif kecil, hanya sekitar 0,3-0,4 MMSCFD. Butuh
waktu yang panjang, hingga akhirnya gas dari CBM ini produksinya dapat cukup besar. Sebaliknya
dengan gas konvensional, untuk dapat berproduksi, diperlukan waktu yang lama,
sekitar 10 tahun. Tapi hasil produksinya cukup besar.
Terkait dengan harga gas dari CBM,
lanjutnya, Pemerintah telah memutuskan bahwa harga jualnya lebih tinggi
daripada gas konvensional. Hal ini disebabkan karena biaya pengembangan CBM
juga lebih mahal.
Hingga saat ini, telah
dilakukan penandatanganan 50 WK CBM. Pada akhir tahun ini, diharapkan dapat
ditandatangani lagi sekitar 5-6 WK CBM yang lokasinya di Sumatera dan
Kalimantan.
Mulai 2012 hingga 2025, Pemerintah menargetkan dapat
dilakukan penandatanganan 210 WK CBM atau 15 kontrak kerja sama (KKS) CBM tiap
tahunnya.
Berdasarkan Roadmap Pengembangan CBM Indonesia,
produksi gas dari CBM ditargetkan
mencapai 500 MMSCFD, 1.000 MMSCFD pada tahun 2020 dan 1.500 MMSCFD pada tahun
2025.
Gas dari CBM ini
diharapkan dapat meningkatkan jaminan pasokan energi di dalam negeri. Apalagi
sejak tahun 2010, pemerintah mencanangkan paradigma baru di mana migas termasuk
CBM tidak hanya sebagai sumber
penerimaan negara, tetapi juga penggerak ekonomi nasional.
Potensi gas CBM Indonesia sangat besar yaitu 453,3 TCF yang
tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon. Dari sumber daya tersebut,
cadangan CBM sebesar 112,47 TCF
merupakan cadangan terbukti dan 57,60 TCF merupakan cadangan potensial.
CBM Indonesia berada di cekungan Sumatera Selatan (183
TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk
kategori high prospective. Cekungan Tarakan Utara (17,5 TCF),
Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang
(0,8) memiliki kategori medium. Sedangkan cekungan Sulawesi (2,0 TCF)
dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori low prospective.