Dalam jumpa pers di Departemen
ESDM dengan didampingi Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo dan Kepala
BPMIGAS R. Priyono, Senin (16/2), Purnomo memaparkan, sampai saat ini Pertamina
EP (Lapangan Matindok) dan JOB Pertamina Hulu Energi-PT Medco E&P Tomori
Sulawesi (Lapangan Senoro) dengan PT Donggi Senoro LNG belum mengajukan harga gas
kepada Menteri ESDM.
Penegasan ini meluruskan
pemberitaan di sejumlah media massa yang menyatakan terdapat kerugian negara
pada harga jual LNG Donggi-Senoro sebesar US$ 1,87 miliar dengan asumsi harga
US$ 2,8 per MMBTU dengan harga minyak US$ 44 per barel.
Lebih lanjut Purnomo
menjelaskan, pemerintah juga belum memutuskan apakah gas dari lapangan tersebut
akan digunakan untuk kebutuhan ekspor atau domestik. Meski demikian, kebijakan
pemerintah akan tetap memprioritaskan untuk kebutuhan domestik dan apabila
dimungkinkan diutamakan untuk kebutuhan pabrik pupuk.
“Walaupun untuk pengembangan
lapangan ini tetap harus diperhatikan masalah keekonomiannya,†kata Purnomo.
Sementara itu dalam siaran
persnya, Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengemukakan, Pertamina
menerapkan konsep binis LNG downstream untuk mengelola kekhasan kompleksitas
ladang gas Donggi-Senoro. Konsep ini dinilai pilihan terbaik dari sisi ekonomi
dan tidak membebani negara karena tidak perlu mengeluarkan kewajiban cost recovery
untuk pembangunan kilang LNG.
Penjualan LNG dari Lapangan
Donggi-Senoro dijadwalkan terjadi pada 2012 dimana harga yang berlaku adalah
berdasarkan harga minyak mentah di tahun tersebut.
Lapangan Donggi-Senoro terletak
di Sulawesi Tengah yang dioperasikan oleh dua KKKS yaitu PT Pertamina EP dan
JOB Pertamina-Medco E&P Tomori. Lapangan Donggi merupakan pengembangan
lapangan teritegrasi pada area Matindok yang terdiri dari Lapangan Donggi,
Lapangan Matindok, Lapangan Maleoraja dan Lapangan Minahaki. Sedangkan Lapangan
Senoro merupakan pengembangan dari Lapangan gas Senoro dan Lapangan minyak
Tiaka.