â€ÂKalau gas, harganya yang memper (wajar) ajalah. Kalau gas
harganya memper, pasokan akan banyak.
Lapangan gas itu ada yang besar, menengah dan kecil. Kalau (lapangan) yang
besar, harganya murah tentunya mereka (investor) bisa jual. Kalau (lapangan)
yang menengah dan kecil, kalau harganya murah, mana bisa dijual,†kata Wakil
Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo dalam jumpa pers usai membuka acara
kelistrikan di Jakarta Convention Centre, kemarin.
Mengenai impor gas untuk
memenuhi kebutuhan domestik, menurut Widjajono, bukan hal tabu jika memang
diperlukan. Yang penting, impor gas dilakukan dengan cerdas yaitu membeli dari
negara yang mau menjual dengan harga murah.
â€ÂKalau kita impor harga gas US$
5. Sedangkan kalau beli dari domestik harganya US$ 10, kenapa kita mesti pakai
domestik. Jadi harus cerdas karena bisa saja kita impor dengan
harga mahal, bisa juga dengan harga murah. Tergantung pada (negara) yang
jualnya ke kita,†paparnya.
Widjajono mengungkapkan, akan
lebih baik bagi Indonesia mengimpor gas ketimbang BBM karena harga gas hanya
separuh harga BBM. Penggunaan gas untuk pelbagai keperluan termasuk juga
transportasi, akan menekan subsidi yang harus ditanggung pemerintah.