Selain itu, Pertamina merupakan BUMN yang menurut UU BUMN
tidak boleh rugi dan adanya program konversi minyak tanah ke LPG tabung 3 kg
sehingga ada disparitas harga antara LPG tabung 3 kg dan 12 kg.
Demikian dikemukakan Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh
dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (7/6), terkait dengan
rencana Pertamina menaikkan harga LPG tabung 12 kg, 50 kg dan bulk.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko PT
Pertamina Ferederick Siahaan dalam kesempatan yang sama mengatakan, kerugian
bisnis LPG non PSO (tabung 12 kg, 50 kg dan bulk)
terjadi karena harga jual produk tidak sebanding dengan peningkatan harga bahan
baku. Sementara di sisi lain, Pertamina selaku BUMN dituntut untuk tidak
merugi.
Dijelaskan, harga keekonomian LPG non PSO tanpa margin
badan usaha sebesar Rp 7.680,46 per kg. Sementara harga eks Pertamina sebelum
pajak dan margin agen sebesar Rp 4.912 per kg. Jadi selisih yang harus
ditanggung Pertamina adalah Rp 7.679,91 dikurangi Rp 4.912 per kg, menjadi Rp
2.767,91 per kg.
Jika harga LPG non PSO dinaikkan Rp 1.000 per kg pada Juni
2010, paparnya, maka prognosa kerugian Pertamina akan berkurang Rp 655 miliar
menjadi Rp 2,55 triliun.
Usulan kenaikan diajukan Pertamina karena pengguna LPG non
PSO mayoritas adalah masyarakat kelas menengah yang tidak sensitif terhadap
harga, persetujuan Meneg BUMN tahun 2009 bahwa LPG non PSO bisa dinaikkan
secara bertahap untuk mencapai harga keekonomian dan kenyataan bahwa sudah ada
kenaikan harga LPG di masyarakat di mana keuntungannya dinikmati spekulan.
"Harga LPG 12 kg resmi eks agen Rp 70.200 per tabung,
dijual di pasaran Rp 75.000 sampai dengan Rp 80.000 per tabung,"
ungkapnya.