“Langkah ini diharapkan menjadi pemicu bagi
pemilik kapal lain yang beroperasi di kegiatan usaha hulu migas untuk
menggunakan ikut ambil bagian,†kata Deputi Pengendalian Operasi, BPMIGAS, Rudi
Rubiandini saat sambutan di Hari Ulang Tahun ke 1 Promindo di Jakarta, Jumat
(28/10), sebagaimana dikutip dari website BPMIGAS.
Dia menjelaskan, kemaritiman semakin akrab dengan
industri hulu migas mengingat sektor strategis ini mulai banyak melakukan
kegiatan di wilayah kerja offshore. Hal ini mengingat potensi cadangan di kawasan perairan
itu belum banyak dieksplorasi. Berdasarkan data BPMIGAS, terdapat 560 kapal
yang dioperasikan secara rutin dan sekitar 100 kapal untuk proyek yang sedang
berjalan, seperti survei seismik, pemboran, dan kegiatan lainnya. “Akan
memiliki nilai yang signifikan jika banyak premi yang dibayarkan ke dalam
negeri,†katanya.
Rudi mengingatkan, perusahaan penunjang harus
memenuhi spesifikasi teknik yang telah diterapkan. Perusahaan-perusahaan
tersebut juga harus mampu memberikan jaminan atas risiko yang mungkin timbul,
semisal masalah operasional, human error,
aspek sosial, legal, dan ketidaktepatan jadwal proyek. Tingginya standart
tersebut harus dimengerti mengingat risiko investasi yang ditanggung cukup
tinggi.
Ketua Promindo, Bambang Ediyanto menjelaskan,
selama ini industri penjaminan risiko di bidang perkapalan masih dikuasai oleh
lembaga-lembaga penjamin asing. Pembentukan Promindo untuk melepaskan
ketergantungan terhadap lembaga proteksi asing. Setelah berdiri selama satu
tahun, telah bergabung 10 perusahaan, dengan jumlah 86 kapal, dengan total gross ton (GT) lebih dari 158 ribu GT. “Jumlah
ini masih jauh dari jumlah kapal dan GT secara nasional,†kata Bambang.
Berdasarkan data Indonesia Ship Owners Association (INSA), saat ini
terdapat 8.500 kapal beroperasi di Indonesia, yang 650 di antaranya merupakan
kapal penunjung bisnis hulu migas. Total seluruh kapal yang beroperasi
kapasitasnya mencapai 11 juta gross ton (GT).