Menurut Evita, industri migas memiliki karakteristik yang khas yaitu padat modal, beresiko tinggi dan memerlukan teknologi canggih. Karena itu, perlu dilakukan pengelolaan dan pengawasan yang baik agar tidak terjadi kecelakaan kerja yang dapat menghambat operasi migas.
“Terkait dengan hal itu, sumber daya manusia yang bekerja di bidang migas wajib memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan,†kata Evita.
Ia mengingatkan, dunia saat ini sangat terbuka atau transparan. Sebagai anggota WTO,
Direktur Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan Ditjen Binalattas Depnakertrans Abdul Wahab Bangkona mengemukakan, SKKNI merupakan tools yang fundamental untuk pengembangan usaha migas yang penuh resiko dan padat modal serta memerlukan teknologi tinggi.
Wahab berharap agar konvensi ini dapat mengakomodasi hal-hal penting sehingga dapat dihasilkan standar yang berkualitas dan akhirnya dapat menghasilkan SDM yang berkompeten.
Sedangkan Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi Tjepy F Aloewie menggarisbawahi, setiap diklat harus memakai 3 standar yaitu SKKNI, standar khusus dan standar internasional. Standar internasional diperlukan agar tenaga kerja
Khusus RSKKNI bidang migas, menurut Tjepy, harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain dikembangkan berdasarkan kebutuhan migas, menggunakan referensi yang berkompeten serta melibatkan stakeholder dalam proses pengembangannya.
Konvensi ini membahas 3 RSKKNI yaitu bidang pengeboran, sub bidang fluida, pengeboran komplesi dan kerja ulang sumur; bidang pengambilan contoh minyak dan gas bumi dan bidang pengambilan pemrosesan gas bumi. Konvesi berlangsung 2 hari, tanggal 5-6 Agustus 2008.