Bila dari
hasil studi lanjutan tersebut terdapat perubahan skenario, maka harus segera
diajukan kembali POD lengkap untuk persetujuan POD I Lapangan gas bumi Abadi.
Hal itu
mengemuka dalam pertemuan Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo dengan
Gubernur Maluku Karel A. Razahalu dan jajarannya di Gedung Migas, Kamis (2/7).
Evita
mengemukakan, pemerintah telah
memberikan persetujuan sementara (prinsip) untuk Lapangan Abadi yang
pengembangannya direncanakan menggunakan floating
LNG terminal (terapung). Namun kemungkinan ini masih perlu dikaji kembali
karena biayanya yang relatif mahal.
“Karena
itulah, pemerintah belum mengeluarkan POD lengkap,†kata Evita.
Berdasarkan
studi sementara Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi Kelautan (P3GL), terdapat 2 pulau yang
potensial menjadi tempat dibangunnya LNG
plant yaitu Pulau Tanimbar dan Barbar. Keduanya relatif aman dari gempa dan
memungkinkan jika terdapat infrastruktur di bawah laut. Selain itu juga tidak
ada badai tropis yang melewati pulau tersebut.
“Tapi ini
masih harus dibicarakan lagi antara Ditjen Migas dengan BPMIGAS serta PPGK.
Masih harus kita bandingkan mana yang lebih menguntungkan, apakah menggunakan
kilang terapung atau di darat,†kata Evita.
Terkait
dengan participating of interest (PI) 10% untuk daerah seperti
yang ditanyakan Gubernur Maluku, baru akan dibahas setelah POD I mendapat
persetujuan Menteri ESDM.
Kontrak
wilayah kerja Blok Masela ditandatangani 16 November 1998 antara Pertamina
dengan Inpex Masela Ltd. Inpex Masela merupakan operator dan pemegang interest 100%. Berdasarkan data Neraca
Gas Bumi Indonesia (NGI) 2009-2020, project
supply Blok Masela Inpex sebesar 600 MMSCFD dimulai tahun 2016.