Tangerang, Indonesia telah mengumumkan target Net Zero Emission (NZE) menetapkan peta jalan transisi energi menuju netral karbon pada tahun 2060, salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah yaitu melalui penerapan Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Selain itu, penerapan CCS atau CCUS juga berdampak terhadap peningkatan investasi industri minyak dan gas bumi (migas) yang menghasilkan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi.
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Noor Arifin Muhammad saat menjadi pembicara pada Plenary Session bertema Accelerating Investment and Multiplier Effect with CCS pada The 49th Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) di ICE BSD, Rabu (21/5), memaparkan bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ditugaskan sebagai Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional sehingga tidak hanya energi, investasi hilir baru juga menjadi salah satu perhatiannya.
“CCS berperan dalam menciptakan manfaat ekonomi hilir, antara lain seperti meningkatkan kelayakan lingkungan pada proyek industri, membuka peluang Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi migas sekaligus mengurangi emisi, infrastruktur CCS yang dapat digunakan bersama di seluruh fasilitas dapat mengurangi biaya dan mendorong investasi berbasis klaster, meningkatkan akses ke Global Market, misalnya untuk kepatuhan terhadap peraturan karbon internasional dan membuat produk Indonesia lebih kompetitif, serta menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi lokal dengan mendorong permintaan tenaga kerja terampil di seluruh sektor,” papar Noor.
Dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomo 14 Tahun 2024, untuk mengakomodir pegembangan Wilayah Izin Penyimpanan Karbon (WIPK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengusulkan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, serta mengusulkan penambahan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). “Saya berharap usulan-usulan tersebut dapat segera ditetapkan. Namun seiring dengan penyiapan sistem perizinan tersebut, badan usaha dapat mengajukan usulan wilayah izin penyimpanan berdasarkan Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2024,” jelas Noor.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2024, skema bisnis CCS di Indonesia dapat dikembangkan dalam dua cara, pertama melalui skema PSC pada kegiatan usaha migas dengan penambahan CCS pada lingkup Plan of Development (POD). Kedua, CCS dapat dikembangkan sebagai kegiatan usaha yang berdiri sendiri melalui wilayah izin penyimpanan karbon.
“Kontraktor migas diberikan keistimewaan penawaran pertama untuk mengembangkan CCS di blok masing-masing. Hal ini mengingat kontraktor telah memiliki pengalaman, data, dan kemampuan untuk mengoperasikan lapisan tanah bawah permukaan. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menyederhanakan dan mempercepat pengembangan zona sasaran injeksi di wilayah tersebut,” pungkasnya.
Saat ini, fokus Pemerintah adalah mengembangkan ekosistem CCS, seperti kebijakan dan regulasi, sistem perizinan, pengembangan sumber daya manusia, penjajakan potensi kolaborasi, fasilitasi penyedia teknologi, investor, atau perusahaan CCS.
“Ditjen Migas sedang juga menyiapkan pedoman bagi pemegang izin untuk mengusulkan rencana kerja dan pedoman aspek keselamatan sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri,” jelas Noor.
Noor berharap dengan memperkuat peran teknologi CCS dapat menjadi salah satu solusi efektif untuk menyeimbangkan produksi bahan bakar fosil dan dekarbonisasi di Indonesia. (KDB)