Dalam 5 Tahun, 54 KKS CBM Ditandatangani

Pada tahun 2008, KKS CBM pertama kali ditandatangani pada 27 Mei sebanyak 1 KKS. Jumlah ini bertambah hingga menjadi 7 KKS. Tahun 2009, jumlah KKS CBM yang ditandatangani meningkat menjadi 13 KKS. Tahun berikutnya, turun menjadi 3 KKS. Tahun 2011, jumlahnya meningkat menjadi 19 KKS dan hingga Oktober 2012, telah ditandatangani 12 KKS CBM.

Pengembangan CBM diatur dalam Permen ESDM No 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara. Berdasarkan Roadmap Pengembangan CBM Indonesia, produksi gas dari CBM ditargetkan mencapai 500 MMSCFD, 1.000 MMSCFD pada tahun 2020 dan 1.500 MMSCFD pada tahun 2025.

Cadangan CBM Indonesia tersebar dalam 11 cekungan. Dengan cadangan 453,3 TCF, Indonesia termasuk nomor 6 di dunia, berdasarkan evaluasi yang dilakukan Advanced Resources International, Inc (ARI) tahun 2003. Rusia menempati posisi teratas dengan cadangan sekitar 450-2.000 TCF.  Selengkapnya hasil evaluasi ARI mengenai cadangan CBM di dunia, sebagai berikut:

  1. Rusia:  450-2.000 TCF
  2. China: 700-1.270 TCF
  3. Amerika Serikat:  500-1.500 TCF
  4. Australia/New Zealand:  500-1.000 TCF
  5. Kanada:  360-460 TCF
  6. Indonesia:  400-453 TCF
  7. Afrika bagian Selatan:  90-220 TCF
  8. Eropa bagian Barat:  200 TCF
  9. Ukraina:  170 TCF
  10. Turki:  50-110 TCF
  11. India:  70-90 TCF
  12. Kazakhstan:  40-60 TCF
  13. Amerika bagian Selatan/Meksiko:  50 TCF
  14. Polandia:  20-50 TCF.

CBM adalah  gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika.  CBM sama seperti gas alam conventional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM  berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya di mana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM  bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam conventional.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.