Aturan teknis yang akan disusun itu meliputi konsumen
pengguna, jumlah kuota dan pembahasan simplifikasi serah terima BBM bersubsidi
bagi sektor usaha perikanan.
Demikian hasil rapat pembahasan revisi Perpres no 55 Tahun
2005 tentang Harga Jual BBM Dalam Negeri terkait sektor perikanan di Gedung
Migas, Selasa (29/9). Rapat dipimpin Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas
Saryono Hadiwidjoyo.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Kapal Perikanan dan
Alat Penangkapan Ikan Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Perikanan dan
Kelautan Nilanto Perbowo mengharapkan agar pemerintah dapat menjamin pasokan
untuk nelayan, mengingat hal ini terkait dengan kelangsungan hidup.
“Jika mereka tidak mendapat BBM maka bisa dipastikan mereka
tidak akan bisa berlayar yang juga bisa diartikan akan mempersulit kelangsungan
hidup keluarganya. Makanya tak heran, berapapun harga BBM pasti akan mereka
beli agar bisa melaut. Jika mendapatkan BBM bersubsidi, mereka akan semakin
terbantu,†ujar Nilanto.
Menurutnya, 60% dari biaya operasional kapal merupakan
biaya untuk pembelian BBM. Karena itu, faktor BBM sangat penting peranannya
dalam proses produksi kapal perikanan.
Permasalahan BBM untuk kapal perikanan, papar Nilanto,
antara lain adanya pembatasan kuota kebutuhan operasional di tiap tempat
penyaluran BBM bersubsidi dan keterlambatan distribusi BBM di sentra-sentra
usaha perikanan sehingga kontinuitas operasional penangkapan kurang optimal.
Selain itu, kecukupan pasokan BBM pada musim penangkapan ikan yang belum
memadai, sehingga seringkali terjadi antrean armada perikanan seperti yang
terjadi di pelabuhan umum Benoa-Bali dan pelabuhan perikanan Samudera Nizam
Zachman Jakarta.
Ia mengharapkan agar BBM untuk sektor perikanan dapat
diberikan harga dan alokasi khusus oleh pemerintah dimana pemberiannya disesuaikan
dengan pola dan waktu operasi kapal perikanan dan pelabuhan pangkalannya
disesuaikan dengan titik serah BBM dari Pertamina. Diperlukan pula perlindungan
hukum terhadap agen yang melayani, distributor dan pemakaian BBM bersubsidi
dengan meningkatkan koordinasi antarinstansi dan aparat penegak hukum.
Departemen Kelautan dan Perikanan juga mengusulkan agar
nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 gross tonnes (GT) dan mendapat BBM bersubsidi paling banyak 25
kiloliter perbulan, pasokannya dapat diberikan sekaligus untuk 1 bulan. Kapal
jenis ini berjumlah 158.429 buah.
Sedangkan nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia
dengan ukuran di atas 30 GT dan mendapat BBM bersubsidi maksimal 25 kiloliter
per bulan, pasokannya dapat diberikan sekaligus 3 bulan. Kapal motor ukuran ini
jumlahnya sekitar 4.487 buah.
Untuk tahun 2008, kebutuhan BBM bidang kelautan dan
perikanan mencapai 2,331 juta kiloliter atau sekitar Rp 10,49 triliun dengan
asumsi harga BBM subsidi jenis solar Rp 4.500 per liter. Sedangkan untuk 2009,
total kebutuhan BBM diperkirakan sekitar 2,516 juta kiloliter atau sekitar Rp
11,32 triliun dengan harga solar subsidi Rp 4.500 per liter.