Harus diakui, kebijakan yang telah berjalan, tidaklah tanpa
resiko. Sekadar mengingatkan, pada awal pelaksanaan konversi minyak tanah ke
LPG, beberapa kali terjadi kecelakaan pada pemakainya. Hal ini disebabkan
karena masyarakat belum mengetahui dengan baik cara dan resiko penggunaan LPG.
Kini setelah 5 tahun berjalan, masyarakat perlu diingatkan bahwa peralatan
selang dan regulator LPG juga memiliki masa kadaluarsa. Masyarakat diharapkan
mengetahui dan segera mengganti selang dan regulator LPG apabila umur
pemakaiannya sudah melewati masa pakainya.
Nah bagaimana dengan aspek keselamatan pada kebijakan bahan bakar gas untuk
transportasi? Menurut Agung Kuswardono, Inspektur Migas Kementerian ESDM,
resiko keselamatan yang dihadapi adalah kebakaran dan peledakan.
Berdasarkan kajian Tim Independen Pengendalian Keselamatan Migas terhadap
beberapa kebakaran yang menimpa bus TransJakarta, papar Agung, kecelakaan itu
disebabkan adanya sumber api dan sumber bahan yang dapat menyala.
"Umumnya kebakaran terjadi karena ada percikan api dari sistem kelistrikan
dari kendaraan yang kemudian mengenai benda atau bahan yang mudah menyala.
Terjadinya percikan api disebabkan karena kurang baiknya peralatan seperti
baterai, alternator dan sistem instrumentasi yang mengandung listrik,"
papar Agung.
Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah kualitas bahan bakar gas
seperti tingginya kadar air dan tingkat nilai bakarnya. Menurut Agung,
keberadaan air dalam tangki bahan bakar gas dapat menyebabkan korosif di bagian
dalam tangki dan menimbulkan fitting yang akan memperlemah struktur tangki yang
berujung pada terjadinya ledakan.
Permasalahan lainnya adalah kelaikan teknis tabung bahan bakar gas. Pembuatan
tabung harus diawasi secara baik dan terhadap tabung bajan bakar gas harus
dilakukan inspeksi secara rutin. (TW)