“Kuota
BBM Bersubsidi yang sudah disepakati antara pemerintah dengan Komisi VII DPR
adalah 48 juta kiloliter, sehingga besaran subsidinya bisa ditetapkan dan
pemerintah berusaha agar yang 48 juta kiloliter itu tidak terlampau. Oleh
karena itu, pemerintah harus melakukan pengendalian, pengawasan dan monitoring,â€Â
ujar Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dalam dialog di sebuah stasiun
televisi swasta nasional, pekan lalu.
Dengan pencatatan secara elektronik, diharapkan dapat tercatat secara akurat
besaran konsumsi BBM bersubsidi di tiap-tiap SPBU. “ Dalam pelaksanaannya, kita
ingin memastikan jumlah BBM bersubsidi yang didistribusikan oleh Pertamina
tidak melebihi kuota yang sudah ditentukan dan dapat dikontrol. Pengontrolannya
selama ini dilakukan secara manual. Tentunya penghitungan data yang akurat
hanya akan dapat diperoleh melalui perhitungan secara elektronik,†imbuh Susilo.
Dijelaskan Susilo, dengan sistem yang ada nantinya, setiap bank akan memasang EDC (electronic data capture). Jadi begitu kartu digesek, datanya akan langsung masuk ke bank. Setiap dua pekan sekali, bank akan melaporkan data tersebut kepada BPH Migas dan PT Pertamina mengenai jumlah transaksi setiap SPBU dan pembelinya.
“Dengan demikian, kita akan tahu persis, setiap SPBU itu berapa transaksi per bulannya,†tegas Susilo.
Pada saat ini, pencatatan setiap transaksi pembelian BBM masih dilakukan secara manual. Setiap SPBU, tiap harinya melaporkan total transaksi kepada Pertamina.
Menurut rencana, pembayaran BBM bersubsidi non tunai akan mulai diterapkan pemerintah setelah proses sosialisasi dijalankan dan masyarakat sudah terbiasa dengan pembelian BBM secara non tunai. Menurut Wamen, kebijakan ini bukan hal yang sulit karena cuma mengganti kebiasaan masyarakat saja yang biasanya membayar secara tunai, diganti dengan memakai kartu.
“Sementara
ini dalam waktu tiga atau empat bulan kita akan sosialisasikan dulu ke masyarakat
bahwa semua pembeli BBM bersubsidi harus pakai non tunai,†katanya. (SF)