Gross Split Dukung Industri Nasional yang Kompetitif

Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan kembali menegaskan,penetapan bagi hasil migas dengan skema gross split ditujukan untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang kompetitif.

Menurut Menteri ESDM ketika tampil sebagai pembicara pada acara Economic Challanges Special Energy Outlook Series di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, skema gross split memberikan insentif yang lebih besar bagi KKKS yang banyak menggunakan TKDN. Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 08 tahun 2016 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, KKKS mendapatkan tambahan bagi hasil sebesar 2% apabila TKDN-nya 30-50%. Sedangkan KKKS yang menggunakan TKDN 50-70% mendapatkan tambahan bagi hasil sebesar 3% . Sementara itu, KKKS yang menggunakan TKDN 70% hingga kurang dari 100%, akan mendapatkan tambahan bagi hasil sebesar 4%.

Lebih lanjut dia menjelaskan, penetapan besaran bagi hasil awal (base split) yaitu untuk minyak bumi sebesar 57% bagian negara dan 43% bagian kontraktor, sedangkan gas bumi sebesar 52% bagian negara dan 48% bagian kontraktor, implementasinya bermacam-macam. “Sebenarnya 57: 43 itu ada rumus implementasinya, macam-macam. Offshore berapa, onshore berapa. Ada indeksinya, sebenarnya itu. Kalau dulu (cost recovery) malah tidak diatur sama sekali,” kata Jonan.

Selain meningkatkan TKDN, skema gross split juga mendorong entrepreneurship atau kewirausahaan. KKKS dapat melakukan sistem pengadaaan sendiri, tidak diatur oleh Pemerintah. “Semua kontraktor migas itu bisa melakukan sistem pengadaaan sendiri yang tidak ikut diatur oleh Pemerintah. Jadi silahkan saja, saya yakin akan mempercepat proses,” kata Jonan.

Sebagai contoh, dengan skema bagi hasil cost recovery, maka setiap pengadaan harus mendapat izin dari SKK Migas yang tentunya juga memerlukan waktu hingga akhirnya menjadi tidak efisien.

Penetapan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 08 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split dilakukan bahwa dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak bagi hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi migas, perlu diatur bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Pasal 2 aturan ini menyatakan, Menteri ESDM menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak bagi hasil gross split. Kontrak ini paling sedikit memuat persyaratan:

  1. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan.
  2. Pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas.
  3. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung kontraktor.

Bagi hasil awal digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan bagi hasil pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan.

Pada saat persetujuan pengembangan lapangan, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif.

Komponen variabel yang dimaksud, antara lain status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukung dan kandungan karbon dioksida (CO2). Sementara komponen progresif adalah harga minyak bumi dan jumlah kumulatif produksi migas.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.