Konvensi dan
pameran yang diharapkan didatangi 20.000 pengunjung tersebut, mengambil tema "Strengtening Partnerships to Enhance
Indonesia"s Energy Resilience and Global Competitiveness".
Perusahaan-perusahaan minyak terkemuka ambil bagian dalam acara bergengsi
terbesar di Asia Tenggara ini dengan membuka booth, termasuk Ditjen Migas yang
menampilkan peta wilayah kerja migas yang ditawarkan tahun 2014.
Dalam rangkaian acara ini, diserahkan pula penghargaan lifetime achievement award tahun 2014
kepada Prof. Dr Subroto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi yang juga
mantan Sekjen OPEC.
Presiden IPA Lukman Mahfoedz dalam laporannya mengatakan, kegiatan yang diikuti
25 negara ini diharapkan dapat menjadi sarana pertemuan dan pemicu kolaborasi
seluruh pemangku kepentingan di industri migas di tanah air, dalam rangka meningkatkan
kemampuan industri migas di Indonesia. Sebanyak 2.400 praktisi migas dalam
dan luar negeri akan berbagi pengalamannya berkecimpung di industri migas.
Konvensi dan pameran yang berlangsung tanggal 21 hingga 23 Mei 2014,
menampilkan 3 sesi pleno dengan narasumber yang berkompeten di bidang migas,
juga membahas 186 makalah ilmiah dalam 37
technical session.
Lebih lanjut Lukman mengatakan, industri migas Indonesia menyumbang penerimaan
negara serta berperan strategis untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya. Tahun
2013, industri migas menyumbang US$ 31 miliar. Investasi sektor hulu migas
mencapai US$ 20 miliar dan tahun 2014 ditargetkan US$ 26 miliar. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang ditargetkan 6% per tahun, paparnya, akan menyebabkan
permintaan energi yang semakin besar di masa mendatang. Kebijakan energi
nasional memproyeksikan konsumsi energi tiga kali lipat pada tahun tahun
2025, dibandingkan tahun 2010 yaitu dari 3,3 juta barel setara minyak menjadi
7,7 juta barel setara minyak per hari.
Berdasarkan evaluasi IPA, kegiatan eksplorasi harus ditingkatkan mulai saat ini
juga sebanyak tiga kali lipat, agar dapat memenuhi paling sedikit separuh
dari kesenjangan antara kebutuhan dalam negeri dengan pasokan energi tahun
2025.
Menurut Lukman, Indonesia masih memiliki sumber daya migas yang belum
dimanfaatkan. Indonesia memiliki cadangan minyak terbukti 3,7 miliar barel dan
cadangan gas 103 TCF. Belum lagi potensi migas non konvensional seperti.CBM dan
shale gas. Namun potensi migas itu 75% berada di laut dalam di kawasan
Indonesia Timur yang memerlukan keahlian tertentu dan pendanaan yang lebih
besar.
Selain itu, sekitar 85% kandungan hidro karbon berupa gas. Sedangkan minyak
hanyalah 15%. Hal ini membuat dibutuhkan infrastruktur gas dalam
pengembangannya. Ada pula hidro karbon yang memiliki kadar CO2 yang cukup
tinggi.
"Dengan kondisi potensi migas seperti ini, maka pengembangannya memerlukan
dukungan teknologi yang lebih maju, biaya investasi yang lebih besar dan
memerlukan SDM yang memiliki keahlian," katanya.
Tantangan utama pengembangan industri migas di Indonesia, ujar Lukman, antara
lain tingkat penggantian cadangan minyak yang rendah yaitu sebesar 47%. Hal ini
sebenarnya bisa diperbaiki dengan meningkatkan eksplorasi. Meski
demikian, kompleksitas struktur geologi cekungan-cekungan baru di Indonesia
makin rumit sehingga penemuan-penemuan migas baru justru semakin berkurang.
Tantangan lainnya adalah biaya pengeboran eksplorasi yang semakin tinggi. Biaya
rata-rata pengeboran sumur eksplorasi telah meningkat hampir 5 kal .lipat dalam
waktu 10 tahun terakhir.
Lukman juga menyampaikan tantangan dalam bidang hukum dan regulasi. Investasi
migas yang memerlukan biaya tinggi, padat modal, teknologi tinggi dan berjangka
panjang, memerlukan kesungguhan semua pihak untuk memenuhi ketentuan dalam
kontrak yang telah disepakati.
Lebih lanjut Lukman memaparkan, berdasarkan data yang ada, dalam kurun waktu 5
tahun ke depan, ada sekitar 10 KKKS yang akan habis masa kontraknya. Ke 20 KKKS
ini memproduksi sekitar 635.000 barel setara minyak per hari di tahun 2013 atau
30% dari total kapasitas migas di Indonesia. Jumlah ini meningkat menjadi 1,2
juta barel setara minyak per hari, dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
"Oleh karenanya sangat penting dibuat aturan yang jelas mengenai
perpanjangan kontrak dengan memperhatikan peranan perusahaan negara nasional
yaitu Pertamina, perusahaan migas internasional dan nasional," ungkap
Lukman.
Regulasi lain yang menjadi perhatian utama IPA saat ini adalah pelaksanaan PP
No 79 tahun 2010 serta revisi UU Migas No 22 tahun 2001 tentang Migas. Revisi
ini diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi pengelolaan migas di masa
depan, serta tetap memberi kepastian hukum terhadap kontrak-kontrak migas yang
telah ada sebelumnya. (TW)