Hal itu disampaikannya menanggapi pertanyaan anggota DPR mengenai perubahan lifting minyak dan ICP pada RAPBN-P 2008 dari 1,034 juta bph dan ICP US$ 60 per barel menjadi 910 ribu bph dan ICP US$ 83 per barel.
Produksi minyak, lanjut Purnomo, tidak seperti produksi tahu dan
"Contohnya Lapangan Caltex (kini Chevron) yang produksinya terus turun. Padahal kita sudah berusaha mati-matian untuk mempertahankan agar produksi tidak turun. Jadi ada ketidakpastian," katanya.
Terkait dengan harga minyak, menurut Purnomo, sangat sulit diramalkan. Sepintar apapun orang tersebut, tidak mudah untuk meramalkan harga minyak.
Lebih lanjut ia menjelaskan, perubahan asumsi lifting dan ICP pada RAPBN-P, dilatarbelakangi oleh krisis pangan beberapa waktu lalu sehingga pemerintah memutuskan akan menambah subsidi pangan. Pada saat yang bersamaan, harga minyak juga terus meningkat. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pemerintah harus melakukan perubahan APBN.
"Dengan asumsi baru yang diajukan pemerintah, ada tambahan Rp 45 triliun dari ESDM," tandas Purnomo.