Data-data tua yang diserahkan
Shell tersebut, Evita menjelaskan, termasuk data mengenai sumur Telaga Tunggal
yang dieksplorasi tahun 1890.
â€ÂSecara fisik, data yang
diserahkan masih tersimpan dengan baik. Namun ada beberapa data yang jika
dibawa pulang, dapat rusak. Jadi harus di-scan
dulu,†kata Evita kepada sejumlah wartawan di Gedung Migas, Selasa (28/4)
Proses untuk meminta kembali
data migas tua itu telah dimulai sejak 2006 lalu, namun baru tahun ini dapat
terwujud. Diharapkan dalam waktu 15 bulan, seluruh data sudah dapat
berada di Indonesia.
Sebagian besar data-data
tersebut merupakan data geologi. Namun demikian, Evita meyakini data tersebut
sangat berguna bagi pemerintah untuk menemukan sesuatu yang baru, terkait
penawaran wilayah kerja migas.
Evita mencontohkan, Blok Cepu
yang dikelola ExxonMobil dan Pertamina, pada dasarnya merupakan lapangan lama. Semula
wilayah itu pernah dikelola Humpuss, namun gagal menemukan minyak. Setelah
pindah tangan ke ExxonMobil, berhasil ditemukan minyak.
â€ÂSiapa tahu dengan data tua
ini kita bisa menemukan cadangan migas baru,†tambahnya.
Ketika ditanya apakah ada
permintaan tertentu dari pihak Shell di balik penyerahan data tersebut, Evita
dengan tegas membantahnya.
â€ÂShell nggak minta apa-apa.
Mereka betul-betul hanya menyerahkan data yang diminta,†tandas Evita.
Bahkan, lanjut Evita, Shell
menyediakan dana sekitar US$ 500.000 untuk biaya scan data-data yang diserahkan itu.
Selain Shell, pihak Indonesia juga tengah mengusahakan
pengembalian data dari Caltex dan Stanvac.