“Kami akan lakukan koordinasi dengan Kementerian LH dan
Pemda DKI
Reklamasi Pantura Jakarta
apabila sesuai dengan rencana semula yaitu meliputi Cilincing, Bekasi,
Penjaringan dan Kabupaten Tangerang dengan kedalaman 8 meter dan lebar 2
kilometer dari bibir pantai serta luas 2.700 hektar dengan volume 330 juta
kubik, dikhawatirkan dapat mengganggu infrastruktur energi dimana lokasi floating
storage receiving unit (FSRU) Jawa Barat terletak pada lokasi reklamasi.
Selain itu, pipa bawah laut yaitu pipa gas untuk memasok
gas dari lapangan gas Pertamina Hulu Energi ONWJ untuk ke PLN Muara Karang,
pipa gas dari Muara Karang ke Tanjung Priok dan pipa gas ke PLN Muara Karang.
Serta pipa BBM untuk memasok BBM dari SPM Pertamina ke PLN Muara Karang.
“SPM untuk bongkar muatan kapal tangker untuk memasok BBM
ke PLN Muara Karang, juga berada di lokasi itu,†tutur Evita.
Ia menjelaskan, seluruh fasilitas yang terletak di dasar
laut tersebut tidak didesain untuk menerima external pressure akibat penimbunan
(reklamasi) sehingga fasilitas tersebut dapat rusak dan berakibat mengganggu
jaringan telepon internasional dan nasional dan pasokan listrik ke
“Pembangkit Muara Karang, memerlukan air laut untuk pendinginan. Dikhawatirkan
kalau tidak diatasi bersama, akan menimbulkan kurang efektifnya pembangkit
itu,†katanya.
Gagasan pengembangan kawasan Pantura Jakarta telah dimulai
sejak tahun 1994 yang diperkuat dengan Keppres No 52 tahun 1995 tentang
Pantura. Arah pembangunan pada saat itu banyak dilakukan ke arah
Selanjutnya, Pemda
DKI Jakarta menindaklanjuti dengan Perda DKI Jakarta no 8 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang kawasan Pantura Jakarta untuk
mewujudkan lahan reklamsi seluas 2.700 hektar. Area Pantura Jakarta meliputi
areal dari Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan
Cilincing.