Raker yang dilakukan pada
penghujung berakhirnya tugas Purnomo Yusgiantoro sebagai Menteri ESDM ini,
mengambil tema “Peningkatan peran sektor ESDM dalam rangka mempercepat
pembangunan nasional yang berkelanjutanâ€Â.
Tujuan raker, antara lain melakukan
evaluasi kinerja sektor ESDM, mempersiapkan program prioritas jangka pendek
2010, jangka menengah dan jangka panjang yang sejalan dan selaras dengan
pembangunan nasional.
Diharapkan pada raker ini
dapat dihasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan terciptanya iklim investasi sektor ESDM yang lebih kondusif.
Dalam paparannya pada
acara tersebut, Purnomo mengemukakan, banyak prestasi yang telah dicapai selama
5 tahun terakhir. Antara lain penerimaan negara dan investasi di sektor ESDM
yang terus meningkat.
“Peningkatan penerimaan
negara merupakan indikator terpenting dari peningkatan kinerja sektor ESDM yang
secara otomatis menciptakan efek berantai bagi perbaikan kehidupan ekonomi
secara keseluruhan,†katanya.
Peran sektor ESDM juga
penting sebagai pendorong pembangunan daerah, yang antara lain diwujudkan
melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pemberdayaan masyarakat (comdev) yang merupakan tanggung jawab
perusahaan yang disebut corporate social
responsibility (CSR), pembangunan listrik pedesaan, penyediaan air bersih
melalui pemboran air tanah dan Desa Mandiri Energi.
Dikatakan, sektor ESDM
selalu mencatatkan surplus dalam neraca perdagangan sejak 2005 sampai dengan 2008.
Dalam masa resesi global, sektor ESDM masih dapat memberikan surplus neraca
perdagangan sekitar US$ 18 miliar pada tahun 2008, yang dapat memberikan rasa
optimisme bagi perekonomian nasional. Diharapkan pada 2009 ini, surplus neraca
perdagangan dapat lebih meningkat.
Sementara untuk investasi,
sejak 2005 hingga 2008, terjadi peningkatan sekitar 67% dari US$ 11,9 miliar
menjadi US$ 19,9 miliar.
Mengenai subsidi BBM dan
listrik, Purnomo mengakui jumlahnya masih cukup besar yaitu di atas Rp 100
triliun per tahun. Subsidi masih diterapkan untuk meningkatkan daya beli
masyarakat dan mendukung aktivitas perekonomian.
Pada tahun 2000,
lanjutnya, Departemen ESDM mengusulkan perubahan paradigma dari subsidi harga ke subsidi langsung, antara lain raskin dan pembangunan jembatan di daerah terisolir. Saat
ini, subsidi langsung diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).
Terkait penyediaan energi
untuk keperluan domestik, kata Purnomo, pemerintah sering dikritik lebih banyak
melakukan ekspor gas bumi ketimbang memberikannya untuk domestik. Padahal, kata
Purnomo, dulu hal itu dilakukan karena domestik tidak banyak membutuhkannya. Namun
kini, seiring berkembangnya industri di Indonesia, pemerintah mengutamakan produksi
gas untuk domestik. Tapi tentu saja, untuk melakukan hal tersebut tidak bisa
serta merta.
“Untuk mengalokasikan gas untuk
domestik, tidak bisa sesukanya. Kita harus mengubah atau memperbaiki kontrak,â€Â
tegasnya.
Perlu diingat pula, lanjut
Purnomo, tidak semua lapangan migas pengembangannya ekonomis untuk domestik.
Ada lapangan yang hanya ekonomis dikembangkan jika gasnya diekspor. Sebagai
contoh, lapangan yang terletak di Natuna.