“Pengurangan 2 juta KL pasti dijalankan. Kalau tidak dijalankan dan volumenya besar (membengkak), kalau ada apa-apa, siapa yang tanggung jawab?,†kata Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy Hermantoro usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (3/7).
Edy melanjutkan,
apabila volume BBM bersubsidi tahun 2014 melebihi kuota yang ditetapkan dan
berdasarkan hasil audit pemeriksa keuangan diputuskan tidak membayar kelebihan
volume tersebut, maka pada akhirnya negara pula yang akan mengalami kerugian.
Sementara itu mengenai
penghematan dengan mengurangi nozzle BBM
bersubsidi di SPBU-SPBU, papar Edy, baru akan dilaksanakan sesudah Idul Fitri
atau sekitar bulan Agustus 2014. Saat ini tengah dilakukan pengecekan secara
teknis oleh PT Pertamina dan Hiswana Migas yang membawahi SPBU-SPBU.
“Kalau teknikalnya
kan di dalam tangki di bawah tanah, harus dibersihkan segala macam. Dibicarakan
juga dengan Hiswana Migas yang membawahi seluruh SPBU,†tambahnya.
Selain masalah
teknis, hal yang perlu dibicarakan adalah omset dari SPBU karena umumnya
masyarakat lebih memilih menggunakan BBM bersubsidi ketimbang non subsidi.
Pada kesempatan
terpisah, Menteri ESDM Jero Wacik dalam jumpa pers di Kementerian ESDM, Selasa
(2/7), mengatakan, perhitungan penurunan volume BBM menjadi 46 juta KL didasarkan
pada penggunaan BBM bersubsidi hingga April 2014
yang mencapai 15 juta KL ditambah beberapa kegiatan besar di Indonesia
tahun ini serta pengetatan penggunaan BBM bersubsidi.
Dengan kerja keras yang melibatkan seluruh pihak termasuk
masyarakat, Wacik yakin kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 juta KL itu tidak akan
terlampaui. Selain itu, pemerintah juga
akan meningkatkan pengawasan untuk meminimalisir penyelundupan. (TW)