Pembuatan Kontrak Harus Melalui Kajian Mendalam

Sedangkan dalam menentukan kebijakan fiskal, pemerintah menggunakan konsultan-konsultan independen untuk memastikan hasil yang obyektif dan kompetitif, tetapi tetap menguntungkan bagi negara dan dapat kita pertahankan selama masa kontrak tersebut berlaku.

"Kontrak itu satu paket. Di dalamnya terdapat besaran bagi hasil, cost recovery dan pajak. Sekarang ini kita cenderung memisahkan satu dengan lainnya. Karena itu, perlu studi mendalam oleh instansi independen untuk menentukan hal-hal tersebut agar kontrak menarik bagi investor dan tetap memberikan keuntungan bagi negara," papar Supramu Santosa pada Simposium Nasional Penyempurnaan UU Migas di Hotel Le Meridien, Senin (9/8).
 
Anggota Dewan Energi Nasional Widjajono Partowidagdo menambahkan, perlu sistem fiskal yang fleksibel dan lebih menjamin keuntungan atau mengurangi resiko kontraktor dengan memberikan bagian pemerintah (government take) yang kecil untuk revenue/cost yang kecil dan bagian pemerintah yang besar untuk revenue/cost yang besar, supaya kontraktor lebih bersemangat untuk mengembangkan lapangan di daerah terpencil dan laut dalam, proyek EOR dan lapangan-lapangan menengah kecil seperti di Malaysia dan negara-negara lain.
 
"Pada masa lalu, sistem fiskal yang bagian pemerintahnya tetap, berapapun keuntungannya tidak mempunyai masalah karena kegiatan-kegiatan dilakukan di daratan dan laut dalam, primary recovery dan lapangan yang relatif besar," tambah Widjajono.
 
Menurut Widjajono, kontrak bagi hasil memerlukan perlakuan lex specialist karena pemerintah mendapat 85% untuk minyak dan 70% untuk gas dari pendapatan bersih. Selain itu, sebaiknya tidak dikenakan pungutan-pungutan tambahan.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.