PBB Eksplorasi Masih Dikeluhkan KKKS

Hal ini mengemuka dalam diskusi panel pada acara Farmout Forum Indonesia tahun 2014 di Conrad Hotel dan Resort, Nusa Dua, Bali, Rabu (20/8).

 

Dalam diskusi yang menghadirkan narasumber dari Ditjen Pajak, SKK Migas dan KKKS, disimpulkan terdapat  tiga isu terkait dengan penerapan PBB ini yaitu masalah keberatan PBB tahun 2012-2013 yang belum diputuskan, pengenaan PBB pasca diterbitkannya PER 45/2013 yang mencakup penerapan PBB atas objek tubuh bumi pada tahapan eksplorasi, serta royalti pada tahapan eksploitasi.

 

Hal-hal tersebut berpotensi menyurutkan iklim investasi hulu migas yang  berdampak pada industri migas, antara lain penurunan kegiatan eksplorasi yang otomatis akan mempengaruhi potensi penemuan cadangan migas baru di Indonesia.

 

Terkait hal tersebut, industri migas menyarankan pemerintah dapat segera mengatasinya. Pemerintah  diharapkan dapat mengabulkan keberatan terhadap tagihan pajak 2012/2013 serta memberikan insentif terhadap kegiatan eksplorasi melalui pengecualian tagihan PBB untuk blok eksplorasi dan eksploitasi yang di award setelah tahun 2010.  Selain itu, pemerintah diharapkan merevisi  UU atau menerbitkan PMK baru yang mendukung untuk kegiatan eksplorasi ke depan.

 

Mengenai PBB eksplorasi, menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy Hermantoro, untuk tahun 2014 dan seterusnya, dengan adanya surat edaran Dirjen Pajak mengenai PBB di permukaan,  maka PBB hanya dikenakan hanya pada wilayah kerja migas yang dikembangkan KKKS. Sebagai contoh, KKKS melakukan drilling di lahan seluas 1 hektar. Maka PBB hanya dikenakan pada lahan seluas 1 hektar tersebut,

 

Yang masih menjadi masalah, lanjut Edy, definisi PBB "tubuh bumi" yang hingga saat ini belum diperoleh kesepakatan mengenai definisinya, apakah meliputi seluruh wilayah kerja atau hanya beberapa saja yang menjadi prospek KKKS. Untuk mencari jalan keluar, pemerintah cq. Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan instansi terkait lainnya akan menggelar pertemuan membahas hal tersebut,

 

Lebih lanjut Edy mengatakan, apabila sebelum KKS ditandatangani, pihak KKS telah diberitahu mengenai besaran pajak yang harus dibayarkan per meternya, maka akan mudah bagi KKKS melakukan penghitungan keekonomian lapangan. Apabila ekonomis, maka KKKS akan melanjutkan proses ke penandatanganan kontrak kerja sama. Namun yang terjadi saat ini, kontrak telah ditandatangani tahun 2008 dan pajak baru dikenakan saat ini. "Hitung-hitungan keekonomiannya nggak masuk (kalau begitu caranya). Mereka kagetlah," tambah.Edy.

 

Sementara itu mengenai PBB eksplorasi yang diterbitkan tahum 2012/2013, diakui Edy masih belum diperoleh keputusan penyelesaiannya. Pemerintah masih akan melakukan pembahasan mengenai tersebut. (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.